Renungan Harian Misioner
Kamis Pekan Biasa X, 15 Juni 2023
P. S. Vitus, Modestus, dan S. Kresensia
2Kor. 3:15-4:1,3-6; Mzm. 85:9ab-10,11-12,13-14; Mat. 5:20-26
Injil hari ini adalah bagian dari khotbah Kristus di Bukit, atau sering dikenal dengan sebutan Sabda Bahagia. Khotbah itu berisi prinsip-prinsip kebenaran Allah yang dihidupi oleh semua orang Kristiani karena imannya kepada Yesus, Anak Allah dan oleh kuasa Roh Kudus yang tinggal di dalam dirinya. Kebenaran Yesus adalah kebenaran sang Anak dan Bapa, yang mengantar kita masuk ke dalam Kerajaan Allah. Seharusnya semua orang yang menyatakan diri anggota Kerajaan Allah, menjadi lapar dan haus akan kebenaran yang diajarkan dalam khotbah Yesus ini. Kebenaran Yesus ini tidak meniadakan Hukum, melainkan merupakan tujuan akhir dari Hukum tersebut. Sebab hukum itu sendiri baik, tetapi Yesus menggenapinya dengan cara ilahi, yaitu menghayatinya dengan kasih yang menyelamatkan.
Yesus lebih dahulu dari siapa pun dalam menjalankan kasih. Kebenaran-Nya melampaui kebenaran para ahli Taurat dan orang Farisi. Kebenaran mereka hanya bersifat lahiriah, menaati banyak peraturan: berdoa, memuji Tuhan, berpuasa, membaca Firman dan menghadiri ibadah. Tetapi tindakan lahiriah itu mereka lakukan sebagai ganti sikap batin yang benar. Yesus menyatakan bahwa yang dikehendaki Allah adalah kebenaran di mana hati dan roh seseorang harus selaras dengan kehendak Allah dalam iman dan kasih, bukan sekadar tindakan lahiriah belaka. Kebenaran yang kita lakukan karena percaya pada kebenaran yang berasal dari Kristus karena iman inilah yang memungkinkan kita masuk ke dalam Kerajaan Allah. Kesetiaan kita kepada Sabda Allah mesti melampaui peraturan para ahli Taurat dan kemunafikan orang Farisi, kita tidak boleh hidup seperti mereka. Kita dituntut untuk memiliki ketaatan sempurna kepada kehendak Allah saja.
Ajaran ini diawali dengan penghormatan terhadap kehidupan. Tidak membunuh saja belum cukup. Kemarahan, caci maki dan penghinaan pun merupakan cara-cara pembunuhan. Persekutuan dengan sesama saudara lebih penting, sehingga mesti diutamakan di atas segala kewajiban keagamaan. Bukan kekerasan yang harus diusahakan, melainkan persekutuan dan rekonsiliasi. Dan syarat pertama untuk dapat berelasi dengan sesama adalah membiarkan orang lain itu hidup. Butuh komitmen demi kebaikan dan persaudaraan. Suatu kelompok yang masih ada perpecahan di dalamnya, tidak dapat disebut komunitas, karena masih dikuasai kemarahan, penolakan, bahkan penghinaan satu terhadap lainnya. Mereka yang menimbulkan perpecahan di dalam komunitas dengan memarahi saudaranya, menjulukinya dengan umpatan-umpatan kasar dan julukan-julukan yang sia-sia, menjadikan dirinya tidak berharga, ibarat sampah yang hanya pantas untuk dibuang dan dibakar di dalam api yang menyala-nyala.
Seluruh hidup kita adalah sebuah perjalanan bersama dengan orang lain, dengan demikian hidup itu juga merupakan suatu perjalanan rekonsiliasi dengan orang lain. Kekerasan harus dicabut dari akarnya. Maka harus berusaha untuk secepatnya berdamai di tengah perjalanan, sebab jika perjalanan hidupmu berakhir semua itu sudah terlambat. Pelayanan dalam komunitas selalu dipersiapkan dengan komitmen yang luar biasa. Namun jika masih ada hal yang mengganjal dengan sesama kita sebelum pelayanan itu dimulai, kita harus pergi untuk berdamai lebih dulu. Karena persekutuan dengan Allah tidak dapat terjadi jika persekutuan dengan sesama tidak bisa terwujud. Jika tidak ada damai, maka yang ada hanya yang jahat, dan membenci saudara adalah sama dengan membunuhnya (lih. 1Yoh. 3:15).
Seseorang yang tidak mengusahakan perdamaian, akan kehilangan arti dan arah hidupnya. Perdamaian tidak berarti mengambil sikap acuh tak acuh kalau kita merasa diri kita benar. Kita harus proaktif untuk membangun rekonsiliasi, memilih hidup sebagai anak-anak Kerajaan Allah dan bukannya memilih tinggal di dalam penjara neraka. Tujuan hidup orang Kristiani harus sampai pada kesadaran bahwa berdamai bukanlah perhitungan bayar-membayar, melainkan menghidupi anugerah dan pengampunan dari Allah (lih. Mat. 6:9-12; 7:7-11; 18:21-35). (ek)
(Antonius Ekahananta – Awam Katolik Pengajar Misi Evangelisasi)
Doa Persembahan Harian
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Penghapusan praktik penyiksaan – Kita berdoa semoga komunitas internasional berkomitmen dengan cara-cara konkret untuk memastikan penghapusan praktik penyiksaan dan menjamin adanya dukungan bagi para korban dan keluarganya.
Ujud Gereja Indonesia: Hati Yesus – Kita berdoa, semoga kita dianugerahi rahmat untuk menghormati dan mencintai Hati Yesus, dan percaya, bahwa dalam Hati-Nya yang Maha Kudus kita boleh menemukan kekuatan dan penghiburan, lebih-lebih ketika kita dicekam oleh beban hidup dan krisis yang tak tertanggungkan.
Amin
