Pernas T-SoM II angkatan ke-3 ini mengusung tema “Hatiku Berkobar-Kobar Mendengarkan Sabda Tuhan” untuk mengajak para remaja T-SoM memahami arti penting dari Kitab Suci bagi kehidupan mereka. Kitab Suci bukan hanya sebagai bahan bacaan di perayaan Ekaristi, tapi sekaligus dapat dijadikan buku doa dan renungan. Dinamika kegiatan retreat T-SoM dengan tajuk “Muntilan Prayer” ini diisi beragam kegiatan yang berpuncak pada Kitab Suci. Diharapkan sepulang dari retreat ini, para remaja semakin mencintai Kitab Suci dan dapat menjadikannya sebagai bagian dari hidup mereka.












RD. Yosefus Anting Patimura, Dirdios Keuskupan Pangkalpinang membuka sesi semalam dengan menjelaskan sejarah dan isi Kitab Suci. Peran penting Kitab Suci dipaparkan Romo seraya memberikan contoh ayat-ayat terkait dengan aspek-aspek tersebut. Para remaja diajak terlibat langsung, membuka Kitab Suci dan membaca bersama. Kegiatan hari pertama ditutup dengan ibadat malam bersama.









Pendalaman Kitab Suci masih dilanjutkan di hari kedua pernas T-SoM II. Sesi yang memaparkan penggunaan Kitab Suci ini dibawakan oleh RP. Martinus Nule, SVD, Dirdios Keuskupan Agung Medan. Di awal sesi Romo mengingatkan bahwa Kitab Suci adalah dasar iman dan tumpuan hidup Gereja. Kitab Suci dapat dipergunakan secara pribadi, untuk dijadikan bahan doa, refleksi, mengembangkan diri, serta dapat dijadikan bahan sharing dan pewartaan. Kitab Suci juga dapat dipergunakan secara bersama-sama, dalam pertemuan kelompok, retreat, sharing. Dalam sesi ini Romo juga memberikan referensi ayat-ayat yang dapat dijadikan bahan doa. Mengenai Kitab Suci dalam Ekaristi, Romo mengingatkan sikap yang benar, baik ketika berdiri di mimbar membaca Kitab Suci, maupun ketika duduk mendengarkan.













Sesi selanjutnya para remaja dibagi menjadi sepuluh kelompok untuk melakukan diskusi kelompok, menjawab beberapa pertanyaan. Sore harinya masing-masing kelompok maju dan memberikan sharing atas hasil diskusi mereka. Ada beberapa hal menarik yang secara jujur diakui para remaja T-SoM angkatan ke-3 ini bahwa mereka jarang membaca Kitab Suci karena lebih fokus pada gadget, tulisan pada Kitab Suci kecil-kecil dan sering kali mereka tidak memahami isi Kitab Suci. Para remaja juga secara terus terang mengatakan bahwa ketika mendengar khotbah di Gereja panjang dan tidak mereka pahami, mereka akan merasa bosan. RD. Yosefus Anting Patimura mengomentari bahwa ini merupakan kritikan yang akan mereka (para imam) perhatikan, agar isi khotbah dapat dibuat lebih jelas dan ringkas. Sesi ditutup dengan penjelasan dari RP. Martinus Nule, SVD mengenai metode baca Kitab Suci yang dapat dipergunakan para remaja: metode TAT (Teks, Amanat, Tanggapan). Metode TAT saat ini dipergunakan di Keuskupan Pangkalpinang. Para remaja diajak untuk langsung mempraktikkannya saat itu juga.
(Budi Ingelina – Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia)
