Bunda yang Menanggung Duka Anak-Anaknya

Renungan Harian Misioner
Jumat Pekan Biasa XXIII, 15 September 2023
P. SP. Maria Berdukacita

dr Rybs Ibr. 5: 7-9; Mzm 31:2-3a,3b-4,5-6,15-16, 20; Yoh. 19:25-27 atau Luk. 2:33-35

Bersama seluruh Gereja, hari ini kita memperingati Santa Perawan Maria Berdukacita. ‘Mater Dolorosa’ yang berarti Bunda Dukacita, adalah salah satu gelar yang diberikan Gereja kepada Maria. Bersama Bunda Maria kita diajak menapaki kedukaan yang dialami Bunda Maria dalam perjalanan hidupnya bersama Yesus.

Saat tiba waktu pentahiran atau penyucian bayi Yesus, Maria dan Yusuf membawa-Nya ke Yerusalem untuk dipersembahkan di Bait Allah. Simeon seorang yang benar dan saleh memberkati Yesus dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu, “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan dan membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang. Suatu pedang juga akan menembus jiwamu sendiri” (Luk.2:34-35). Peringatan kepedihan sudah disampaikan Simeon kepada Maria.  

Maria tegar sejak awal menerima kabar dari malaikat Gabriel. Sebagai seorang perawan yang telah bertunangan dengan Yusuf, tiba-tiba didatangi malaikat yang memberi kabar bahwa dia akan mengandung bayi Yesus, Anak Allah Yang Maha Tinggi, Maria pasti merasa terkejut dan takut saat itu. Tapi sebagai perempuan yang taat kepada Tuhan, dia menjawab malaikat itu, “Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk.1:28-38).

Maria yang sedang mengandung Yesus lalu harus pergi bersama Yusuf dari kota Nasaret ke Betlehem untuk mendaftarkan diri. Saat di Bethlehem tibalah waktunya Maria untuk melahirkan. Bayi Yesus dibaringkan di palungan karena mereka tidak mendapatkan penginapan. Menjadi ibu yang melahirkan Yesus adalah anugerah dan kehormatan bagi Bunda Maria. Meski tidak berarti kehidupannya menjadi bebas dari kesulitan, masalah dan duka cita. Maria tetap tegar melaksanakan kehendak Allah sesuai janjinya saat menerima kabar melalui malaikat utusan Tuhan. Yesus hidup dalam asuhan Maria dan Yusuf hingga dewasa. 

Mater Dolorosa menjadi bunda Sang Penebus bukan berarti hidup Maria tanpa masalah. Memang menjadi harapan dan keinginan setiap manusia agar bebas dari kedukaan. Tetapi meski menjadi Bunda Yesus, Maria tidak terbebaskan dari kedukaan. Ia harus menyertai perjalanan penderitaan Putranya memanggul salib ke puncak Kalvari sampai pada wafat-Nya di atas salib. Tak dapat dilukiskan apa yang terjadi di dalam hati ibu yang melahirkan Yesus itu.

Nubuat Simeon bahwa sebilah pedang akan menembus hati Bunda Maria (Luk.2:35) digenapi dalam peristiwa-peristiwa tujuh dukacita Bunda Maria. Lukisan Bunda Maria yang terbuka hatinya ditembusi tujuh pedang menggambarkan tujuh duka Maria yang dijalani dengan tegar hingga akhir hidupnya. 

Pertama, nubuat Simeon ketika bertemu bayi Yesus. Kedua, pesan malaikat Tuhan dalam mimpi Yusuf agar mereka pergi mengungsi ke Mesir. Ketiga, ketika Yesus berusia 12 tahun mereka pergi ke Yerusalem dan Yesus hilang tertinggal di Bait Allah. Keempat, Maria berjalan mengikuti Yesus memanggul salib menuju Golgota. Kelima, Yesus wafat di kayu salib. Keenam, jenazah Yesus diturunkan dari salib. Ketujuh, jenazah Yesus dimakamkan. 

Maria menjadi Bunda dukacita karena bersedia melangkah maju di tengah tragedi hidup manusia. Ia setia pada komitmen untuk menerima dan melaksanakan kehendak Allah sesuai sabda-Nya, dengan hadir dan berjalan bersama Putranya. Bunda Maria juga menjadi penghibur bagi setiap orang yang mengalami penderitaan, senantiasa mengasihi mereka yang sedang dalam kesengsaraan, juga menjadi perantara menghantarkan doa-doa kita kepada Yesus Putranya.

Betapa besar cinta Maria kepada Yesus, Putranya. Maria setia hadir menyertai perjalanan hidup Yesus sejak dilahirkan sampai pada akhir kematian-Nya. Dukacita seringkali menjadi pengalaman yang ingin kita hindari selama hidup. Kita patut belajar dari bunda kita, Bunda Maria, yang tetap tabah dan sabar menanggung penderitaan sampai akhir dalam iman, harapan dan kasih akan Allah. 

Dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya. “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasih-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, ‘Ibu, inilah anakmu!’ Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya, ‘Inilah ibumu!’ Sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya” (Yoh.19:26-27).

Kita yang telah dibaptis adalah murid-murid yang dikasihi Yesus. Di akhir hidup-Nya, Yesus memberikan Maria, ibu-Nya menjadi ibu kita semua yang percaya kepada-Nya. Bunda yang menjadi pendoa bagi kita anak-anaknya.

(Alice Budiana – Komunitas Meditasi Katolik Ancilla Domini, Paroki Kelapa Gading – KAJ)

Doa Persembahan Harian

Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.

Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:

Ujud Gereja UniversalMereka yang terpinggirkan – Kita berdoa bagi saudara-saudara kita yang terpinggirkan, dan berada dalam situasi yang tidak manusiawi, semoga mereka tidak diabaikan oleh lembaga-lembaga masyarakat dan tidak dipandang lebih rendah dan kurang diperlukan. 

Ujud Gereja IndonesiaInspirasi pengampunan – Kita berdoa, semoga kita rajin membaca dan menggali inspirasi dari Kitab Suci tentang pertobatan, sehingga kita disadarkan, bahwa manusia siapa pun mempunyai hak untuk diampuni, jika mau menyesali kesalahannya, dan mohon pengampunan dari Tuhan yang Maha Rahim. 

Amin

Tinggalkan komentar