Misi dalam konteks lingkungan berarti membawa keselamatan bagi Ibu Bumi sebagai rumah bersama. Dalam ensiklik Laudato Si, Paus Fransiskus mengajak semua orang untuk melakukan pertobatan ekologis sebagai upaya penyelamatan terhadap jeritan Ibu Bumi. Menanggapi hal tersebut kita merayakan Hari Pangan Sedunia, sekaligus perayaan Pekan Misi Nasional secara bersama-sama. Ada keterkaitan yang erat dan saling memberi daya yang memperkokoh esensi dan aktualisasi nyata masing-masing perayaan.





Melalui perayaan dan kegiatan bersama, orang beriman Kristiani dan seluruh masyarakat diajak mengembangkan semangat misi melalui pertobatan ekologis, yaitu menghormati dan menghargai seluruh ciptaan sebagai saudara yang saling menghidupi satu sama lain. Salah satu dimensi yang menjadi tema utama dalam gerakan pertobatan ekologis adalah dimensi pangan.







Umat Katolik perlu memahami hakikat misi pertobatan ekologis dalam dimensi pangan dan pertanian yang menyentuh aspek spiritualitas, moralitas, kemanusiaan, dan keutuhan ciptaan dalam konteks kekinian di Indonesia di tengah krisis ekologis yang saat ini dialami oleh kita bersama. Pemahaman mengenai hal-hal tersebut merupakan fondasi untuk menggugah panggilan bermisi umat Katolik dan tergerak agar melakukan aksi nyata (secara individu maupun dalam gerak bersama yang bersifat ad intra dan ad extra) dalam menghargai pangan dan mewujudkan ketahanan pangan sebagai salah satu wujud pertobatan ekologis.



Untuk itu maka pada perayaan Hari Minggu Misi ke 97 diadakan Talkshow dengan tema Misi Pertobatan Ekologis melalui Ketahanan Pangan. Talkshow yang dimoderatori oleh RD. Dionisius Manopo ini menyajikan beberapa Narasumber yakni Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM; Mgr. Aloysius Sutrisnaatmaka, MSF; dan Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc.


Membuka talkshow Mgr. Sutrisnaatmaka menjelaskan kata misi yang berasal dari bahasa latin Mittere berarti mengirim, sementara Missio sebagai kata bendanya berarti pengiriman/pengutusan. Karena itu misi berkaitan dengan pengutusan. Yesus diutus oleh Bapa, oleh karenanya Yesus adalah seorang Misionaris Agung dari Bapa untuk kita semua. Dari situlah awal dan sumber misi yang kita lakukan hingga saat ini. Awalnya misi ditujukan kepada para rasul, yang diutus untuk ambil bagian dalam misi Allah mewartakan Injil ke seluruh dunia, menjadikan semua bangsa murid Tuhan. Kemudian kita semua yang sudah dibaptis juga mengambil bagian dalam misi Kristus, layaknya para murid. Misi merupakan bagian dari kehidupan kita sebagai murid Kristus. Tanpa kegiatan misi, Gereja adalah “mati.”
Ketika ditanya mengenai logo Keuskupan Bogor, Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM menjelaskan bentuk logo menyerupai paru-paru karena wilayah Keuskupan Bogor dianggap sebagai paru-paru alam untuk kota sekitarnya. Melalui gambar paru-paru ini, Mgr Paskalis ingin agar seluruh umat mengusahakan bersama udara yang sehat di seluruh wilayah Keuskupan Bogor.
Mgr. Paskalis menyinggung Santo Fransiskus Asisi yang menganggap alam sebagai saudara dan saudari. Lebih jauh, Bapa Uskup mengatakan bahwa Paus Fransiskus pun melalui dokumen Laudato Si mengangkat karya injil yang berbicara tentang lingkungan. Selain membangun persaudaraan dengan semua orang, Paus Fransiskus mengajak kita semua untuk bersahabat dengan alam. Bagi Mgr Paskalis, pertobatan ekologis secara sederhana merupakan pertobatan dengan kembali kepada alam. Pertobatan dengan kembali kepada alam bisa dipahami dengan pertama-tama menyadari bahwa Allah yang kita imani adalah Allah yang menciptakan alam semesta dengan baik adanya. Pertobatan ekologis berarti pertobatan dari sikap yang tidak acuh, menjadi peduli dan mencintai alam. Proses kembali kepada Allah melalui alam dinyatakan secara konkret dengan merawat alam, seperti misalnya dengan tidak membuang sampah sembarangan.


Bicara mengenai ketahanan pangan, Prof Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc, Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Institut Pertanian Bogor mengatakan bahwa ketahanan pangan selalu berkaitan dengan ketersediaan. Hal paling penting adalah bahwa bahan pangan yang dimaksud tersedia dan dapat dijangkau dengan mudah. Persoalan yang muncul akhir-akhir ini adalah munculnya pangan yang tersedia namun tidak dikenal. Menjadi tugas kita semua untuk memperkenalkan pangan lokal kepada generasi muda, sehingga makanan yang sehat dan enak dapat dinikmati secara berkelanjutan. Prof. Anton beranggapan bahwa makanan tradisional sudah teruji baik karena dikerjakan dengan tetap menghormati alam. Misalnya penduduk setempat hanya menanam padi setahun sekali, lalu menanam kedelai, sehingga unsur tanah tidak rusak dan dapat selalu digunakan selama kurun waktu yang lama. Pangan lokal ini tidak mengeksploitasi alam, sebaliknya selalu merawat alam dan membantu alam membarui dirinya sendiri.

Pada ujung talkshow, Mgr. Sutrisnaatmaka berpesan bahwa keikutsertaan dalam bermisi hendaknya bermisi dalam seluruh lini kehidupan. Oleh karena itu ketika kita ambil bagian dalam beriman kepada Allah yan hidup maka kita pun akan menyentuh kehidupan secara menyeluruh, yang membuat manusia bisa hidup baik dengan ketenteraman dan kedamaian yang bisa dirasakan semua orang. Menjalankan misi berarti juga bekerja sama dengan berbagai pihak. Kaum awam adalah pihak yang paling mampu untuk melakukan misi dalam kapasitasnya masing-masing.
(Ignasius Lede – Komisi Karya Misioner Konferensi Waligereja Indonesia)
Sumber: RD. Yosef Irianto Segu, RD. Bonifasius Heribertus Beke
