Memiliki Iman Orang Samaria

Renungan Harian Misioner
Rabu Pekan Biasa XXXII, 15 November 2023
P. S. Albertus Agung

Keb. 6:1-11; Mzm. 82:3-4,6-7; Luk. 17:11-19

Hari ini kita mendengarkan cerita tentang kesembuhan sepuluh orang sakit kulit (TB II), yang tidak kita temukan dalam kitab Injil lainnya. Penyakit kulit mereka yang disebut menajiskan ini, tidak sama dengan kusta atau lepra yang dikenal sekarang. Penyakit kulit ini lebih berbahaya, karena merupakan berbagai penyakit pada kulit manusia yang juga menyebar pada dinding rumah dan berbagai benda, sehingga barang itu pun dinyatakan najis oleh para imam (lih. Im. 13-14).

Yesus sedang dalam perjalanan-Nya menuju Yerusalem dan Ia sedang mengajar murid-murid-Nya tentang iman dan pelayanan. Pengajaran sebagai tanggapan atas permintaan mereka agar Yesus menambahkan iman mereka (Luk. 17:5). Sekaligus mengingatkan kepada para murid bahwa untuk menjadi yakin dan percaya bahwa Allah akan menyelamatkan semua manusia yang rapuh melalui Yesus Kristus, seseorang hanya memerlukan iman seperti biji sesawi (yang kecil), artinya kualitas lebih penting daripada kuantitas. Dan dengan itu mereka sudah dapat melakukan hal-hal yang dianggap mustahil. 

Pada lanjutan pengajaran hari berikutnya, Yesus mengingatkan kepada para murid bahwa kebanggaan sebagai hamba yang ‘berjasa’ di hadapan Tuhan bukanlah tujuan dari sebuah pelayanan. Setiap murid harus melakukan tugas pelayanannya dengan setia sambil memuji dan bersyukur kepada Tuhan yang telah memilih, menyelamatkan dan mengutus mereka sesuai kehendak-Nya.

Sepuluh orang yang sakit kulit dan meminta belas kasihan merupakan kisah perjumpaan dengan Yesus yang akan mengantar pada sebuah cerita mukjizat. Mereka tinggal di luar kota atau desa, di bagian pinggirnya, untuk mendapatkan sedekah. Karena penyakitnya mereka dipandang najis dan dikucilkan dari pergaulan masyarakat, hidup berkelompok dan harus bisa dikenal dari cara berpakaiannya. Mereka tidak diperkenankan mendekat, sehingga untuk berkomunikasi, mereka lakukan dengan berteriak dari jauh memohon belas kasihan, “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Panggilan ini melukiskan manusia yang rohaninya sedang ‘sakit,’ menyadari dengan rendah hati ketidakpantasannya untuk berdekatan dengan Yesus, yang kudus (posisi berjauhan), serta pernyataan bahwa mereka akan taat kepada perintah-Nya (memanggil Guru).

Yesus menanggapi dengan menyuruh mereka pergi memperlihatkan diri kepada imam-imam, dan mereka mentaatinya. Hukum yang berlaku di kalangan orang Yahudi menentukan bahwa mereka baru boleh berbaur kembali dengan masyarakat setelah diperiksa dan mendapat pernyataan sudah tahir dari seorang imam. Mereka mentaati Yesus dan pergi untuk menghadap imam. Tetapi di tengah perjalanan, mereka menjadi tahir. Ketaatan mereka melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Yesus menggambarkan bahwa mukjizat dapat terjadi apabila manusia mau bekerjasama dengan Allah. Manusia harus tetap aktif melakukan perintah dan kehendak-Nya, sementara Allah menjawab doa-doa dan kerinduan kita.

Cerita menjadi sangat menarik ketika satu orang, dan hanya satu orang ini saja yang kembali untuk mengucap syukur kepada Yesus. Dan dia adalah seorang Samaria! Orang Samaria biasanya hidup terpisah dari jemaat Yahudi dan tidak melakukan ibadah penyembahan terhadap Allah seperti yang dimiliki oleh orang-orang Yahudi, sehingga dianggap sebagai orang asing di kalangan bangsa Yahudi sendiri. Tetapi justru dialah yang kembali dan memuliakan Allah dengan suara nyaring, tersungkur di depan kaki Yesus sambil mengucap syukur kepada-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa orang Samaria ini telah ‘mengenali’ siapakah Yesus, yang dengan perantaraan-Nya, Allah telah menyembuhkan dia! Ucapan syukurnya, timbul dari iman yang percaya kepada Yesus dengan tulus.

Bagaimana dengan kesembilan orang lainnya? Mereka juga disembuhkan, dan mungkin juga memuliakan Allah Israel. Mereka tidak kembali kepada Yesus karena mereka gagal melihat bahwa Allah telah bertindak melalui Yesus. Kesembuhan mereka pun tidak ditarik kembali, menunjukkan bahwa belas kasih Allah adalah memberikan anugerah berlimpah tanpa memandang perbedaan. Setiap orang yang memohon kesembuhan, akan dipulihkan. Namun sebaliknya, hal ini menggambarkan betapa ‘pelit’nya manusia dalam membalas kasih Tuhan. Dari sekian banyak orang yang menerima belas kasih Allah, hanya sedikit, bahkan sangat sedikit yang ‘kembali’ untuk berterima kasih dan mengucap syukur dengan benar.

Bagi kita sekarang, peneguhan kepada orang Samaria, “… imanmu telah menyelamatkan engkau,” harus menjadi pengharapan agar kita dapat menerima segala anugerah-Nya demi memperoleh keselamatan seutuhnya baik fisik maupun rohani. Sambil terus dengan taat dan setia kepada perintah-Nya, kita akan diubahkan menjadi manusia baru yang mampu memuliakan dan bersyukur kepada Allah, Tuhan kita (bdk. 2Kor. 9:11-12). (ek)

(Antonius Ekahananta – Awam Katolik Pengajar Misi Evangelisasi)

Doa Persembahan Harian

Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.

Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:

Ujud Gereja UniversalUntuk Bapa Suci – Kita berdoa untuk Bapa Suci, semoga dalam menjalankan tugas perutusannya, Beliau dapat terus menemani umat yang dipercayakan kepadanya dengan pertolongan Roh Kudus. 

Ujud Gereja Indonesia: Kekerasan seksual – Kita berdoa, semoga institusi-institusi gerejani dapat menciptakan suasana dan rasa aman serta mampu menegakkan protokol yang bisa menjauhkan dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap mereka-mereka yang lemah dan rentan. 

Amin

Tinggalkan komentar