Remaja T-SoM Asah Kepekaan & Kepedulian

Rabu, 03 Juli 2024 – Hari Ke-3

Kegiatan hari ketiga dibuka dengan perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh RD. Yosef Irianto Segu, didampingi oleh RP. Alfonsus Widhiwiryawan, SX. Dalam homilinya, Romo Alfons berpesan kepada para remaja T-SoM, “Hari ini kita tidak mau mengeluh, jika selalu mengeluh, kalian sudah gagal dalam proses menjadi remaja T-SoM. Hari ini kita latihan ketangguhan. Jika kita tidak solider, mari kita belajar dari Thomas yang solider kepada Yesus. Hari ini bisa menjadi hari yang berharga buat kita semua.”

Setelah sarapan, para remaja berkumpul sesuai dengan kelompok masing-masing dan diantar ke tempat live-in oleh beberapa umat yang ikut mengambil bagian membantu program live-in ini. Ada 16 tempat live-in yang akan didatangi para remaja T-SoM. Mulai dari tempat tinggal para lansia hingga ke tempat berdagang. Tujuan live-in hari ini bukanlah pelatihan bekerja, melainkan sebagai kesempatan praktik bagi para remaja untuk berjumpa dan berinteraksi dengan masyarakat dari berbagai latar belakang berbeda. Melalui kesempatan itu, para remaja diminta untuk melihat dan menangkap masalah-masalah sosial atau poin-poin Ajaran Sosial Gereja (ASG) yang bisa mereka temukan di lapangan. Diharapkan dengan demikian para remaja T-SoM bisa menjadi lebih peka dan mampu bukan sekadar mengenali tapi juga menanggapi masalah-masalah sosial yang akan mereka temukan di keseharian mereka saat mereka kembali ke keuskupan mereka masing-masing. 

Waktu live-in dari pukul 07.30 hingga 16.00. Setelah kembali dari tempat live-in, para remaja kembali berkumpul sesuai dengan kelompoknya masing-masing dan membuat video refleksi tentang pengalaman mereka hari itu. Video tiap kelompok lalu diputarkan setelah makan malam. 

Ada beberapa refleksi yang menarik dari beberapa remaja. Delfis, remaja T-SoM Keuskupan Pangkalpinang berpesan, “Kita harus menyadari untuk menghargai orang tua kita yang sedang bekerja.” Para remaja yang live-in di panti menemukan bahwa fokus permasalahan ada pada keluarga. Setelah mewawancarai 6 penghuni panti, mereka menemukan salah satu oma, yaitu oma N, yang berusia 74 tahun telah ditelantarkan oleh anak satu-satunya yang takut pada istrinya. Adik-adiknya juga tidak mempedulikannya padahal dulu ia yang menyekolahkan adik-adiknya. Para remaja T-SoM mengaku belum bisa bersikap rela berkorban seperti oma N, yang bisa mengutamakan kepentingan lebih besar daripada kepentingan sendiri, seperti nilai ASG: kebaikan bersama atau bonum commune

RD. Yosef Irianto Segu memberikan beberapa catatan di akhir. Pertama, ia memuji kepekaan sosial para remaja T-SoM. Kedua, dalam melakukan analisa sosial terlihat masih ada kebingungan di antara para remaja. Romo memberi satu contoh, bahwa ketika pemilik live-in yang berbeda agama menerima para remaja T-SoM, maka itu berarti bahwa penghargaan terhadap martabat manusia sudah dimulai. Ketiga, ketika melakukan analisa lingkungan, sebenarnya diharapkan masalah yang ditemukan di lapangan bisa direfleksikan oleh para remaja untuk dicari solusinya. Keempat, Romo menjelaskan kembali poin subsidiaritas dengan mengambil contoh seorang pemilik tempat live-in yang memberikan kesempatan kepada orang-orang sekitarnya bekerja. Di sana terlihat ada nilai subsidiaritas: orang-orang sekitar diakui dan diterima untuk membuat keputusan. 

Kegiatan kemudian ditutup dengan Salve yang dipimpin oleh RD. Patrisius Piki. Setelah Salve, para remaja berkumpul sesuai keuskupan masing-masing untuk melakukan refleksi sebelum kemudian pergi tidur.

(Budi Ingelina – Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia)

Tinggalkan komentar