Menjadi Teladan, Bukan Batu Sandungan

Renungan Harian Misioner
Senin, 12 Agustus 2024
S. Yohana Fransiska de Chantal

Yeh. 1:2-5.24 – 2:1a; Mzm. 148:1-2.11-12ab.12c-14a.14bcd; Mat. 17:22-27

Bacaan hari ini mengisahkan  bahwa ketika Yesus dan murid-murid-Nya kembali ke Galilea, di kota Kapernaum, para pemungut bea (pajak) Bait Allah mendatangi Petrus dengan sebuah pertanyaan: “Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?” (Mat. 17:24). Peraturan seperti itu diteruskan oleh umat Yahudi hingga pada zaman Yesus. Kebanyakan ahli percaya bahwa pajak sebanyak dua dirham adalah pajak tahunan Bait Allah yang harus dibayar orang Yahudi setiap tahun. Rumusan pertanyaan diajukan itu tampaknya menunjukkan bahwa mereka belum membayar pajak Bait Allah. Pertanyaan ini bukanlah pertanyaan seperti para pemimpin mencobai dan menjebak Yesus, yakni menanyakan apakah mereka harus membayar pajak atau tidak. Pertanyaan ini menanyakan apakah Yesus membayar pajak Bait Allah karena tampaknya Dia belum membayarnya. Petrus mengatakan bahwa Dia membayar pajak Bait Allah. Jawaban ini menunjukkan bahwa Yesus tidak menentang pembayaran pajak Bait Allah dan telah membayar pajak pada tahun-tahun sebelumnya. Yesus tidak menentang atau memberontak terhadap pajak Bait Allah.

Ketika mereka masuk ke dalam rumah, Yesus mengajukan pertanyaan kepada Petrus: Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak?” Dari rakyatnya atau dari orang asing?” (Mat. 17:25). Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang mudah dijawab. Raja tidak memungut pajak dari keluarga mereka sendiri. Raja tidak meminta anak-anak (rakyat) mereka untuk membayar pajak yang mereka kenakan pada orang asing. Semua orang lain diharuskan membayar pajak yang dikenakan raja, tetapi tidak kepada anak-anaknya: “Jadi, bebaslah rakyatnya” (Mat 17:26). Pernyataan Yesus “jadi, bebaslah rakyatnya” adalah pernyataan yang kaya makna. Yesus baru saja menyatakan bahwa Ia bebas dari membayar pajak Bait Suci berdasarkan ilustrasi ini. Bait Suci itu milik siapa? Bait Allah itu milik Bapa di surga. Karena Bait Suci itu adalah Bait Suci Allah, Anak tidak perlu membayar pajak. Dalam ilustrasi ini, Yesus hanya menjelaskan dengan cara lain bahwa Ia adalah Anak Allah. Ia dibebaskan dari kewajiban membayar pajak ini karena Bait Suci itu milik Allah dan pajak untuk Bait Suci itu milik Allah dan Ia adalah Anak Allah. Uang itu untuk rumah Bapa-Nya. Jadi, sebagai Anak, Ia seharusnya dibebaskan dari kewajiban membayar pajak.  Namun, Yesus tidak menyuruh Petrus untuk kembali ke sana dan memberitahu mereka bahwa diri-Nya dibebaskan dari kewajiban membayar pajak Bait Suci karena Dia adalah Anak Allah. 

Yesus adalah pemilik Bait Allah dan seharusnya Ia tidak perlu membayar pajak. Namun, Yesus tidak ingin menjadi batu sandungan: Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga” (Mat. 17:27). Yesus pun membayar pajak itu dengan cara yang ajaib. Yesus mampu memenuhi kebutuhan-Nya dan Petrus untuk membayar pajak Bait Suci hanya dengan menyediakan uang dari mulut ikan. Apa yang Yesus lakukan menunjukkan ketaatan-Nya terhadap otoritas. Pertama, otoritas Allah. Yesus dengan taat menyerahkan diri-Nya, mati di tangan orang berdosa. Kedua, otoritas dunia. Yesus tetap taat membayar pajak. Ketika Ia hadir ke dalam dunia, maka Ia juga berada di “bawah” hukum yang ada di dalam dunia; dalam hal ini peraturan agama Yahudi. Yesus mengajarkan bagaimana bersikap taat agar tidak menjadi batu sandungan demi kebaikan semua orang. Yesus mengajarkan kita bahwa perhatian-Nya adalah agar Ia dan para pengikut-Nya tidak menjadi penyebab untuk tersandung ke dalam dosa. Yesus menghendaki kita tidak menjadi batu sandungan. Hidup kita selalu berada di bawah otoritas, baik di bawah otoritas Allah, manusia, peraturan agama, undang-undang negara, maupun otoritas lainnya. Yesus memberikan keteladanan bagi kita tentang bagaimana menaati peraturan yang ada, sekalipun Yesus sendiri jauh lebih tinggi dari semua hukum agama dan peraturan manusia, sebab Dia adalah Allah. Marilah kita menjadi murid dan saksi Kristus dengan menjadi pribadi yang taat sehingga hidup kita tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain, melainkan menjadi teladan dan mencerminkan Kristus di dalam kita.

(RP. Silvester Nusa, CSsR – Dosen Universitas Katolik Weetebula, NTT)

Doa Persembahan Harian

Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.

Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:

Ujud Gereja UniversalBagi para pemimpin politik – Semoga para pemimpin politik melayani rakyat, bekerja untuk pembangunan manusia seutuhnya dan kebaikan bersama, serta memberikan perhatian lebih kepada orang miskin dan mereka yang kehilangan pekerjaan. 

Ujud Gereja IndonesiaPemberdayaan keluarga berpenghasilan rendah – Semoga paroki-paroki dapat meningkatkan keberdayaan keluarga-keluarga berpenghasilan rendah dengan langkah-langkah konkret, seperti menyediakan layanan koperasi, memberikan ilmu pengelolaan keuangan, serta meningkatkan semangat kewirausahaan. 

Amin

Tinggalkan komentar