15 September 2024,
Hari Studi Karya Kepausan Indonesia Regio Jawa hari kedua dibuka dengan misa konselebrasi yang dipimpin oleh RP. Alfonsus Widhiwiryawan, SX, Direktur Nasional Karya Kepausan Indonesia.







Dalam homilinya, Romo mengatakan bahwa pengalaman outing para peserta semalam merupakan pengalaman untuk belajar mengenali konteks orang-orang di mana kita berada saat ini. Metode ini dipakai pada karya misionaris. Umumnya misionaris diberi waktu 6 bulan hingga 1 tahun untuk belajar macam-macam: adat istidat, cara hidup, ekspresi diri, dsbnya, sehingga nantinya misionaris bisa memposisikan diri dalam berbagai situasi di tempat yang ditujunya.



Berpapasan tapi Tak Berjumpa
Terkait situasi di Braga semalam, Romo membenarkan apa yang pernah dikatakan oleh Paus Fransiskus: banyak orang berpapasan tapi tidak bertemu. Tidak ada perjumpaan. Orang-orang berjalan, tapi tidak menikmati perjalanan dan tidak berada di sana.
Situasi ini mirip dengan apa yang terjadi di media sosial. Kita bisa saja memiliki ribuan hingga puluhan ribu follower, namun berapa orang yang sungguh kita kenal?




Romo Alfons mengingatkan para peserta untuk memperjuangkan perjumpaan otentik. Romo juga menekankan makna militansi, yaitu adanya ketaatan untuk menjadi pengikut Tuhan, pergi ke tempat yang tidak kita inginkan dan hidup dalam situasi yang mungkin tidak kita kehendaki. Selain itu misionaris harus berani mengambil risiko dengan menempatkan Tuhan di depan, membiarkan Tuhan berkarya dalam hidup kita.
(Budi Ingelina – Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia)
