Renungan Harian Misioner
Jumat, 17 Juni 2022
P. S. Gregorius Barbarigo
2Raj. 11:1-4,9-18,20; Mzm. 132:11,12,13-14,17-18; Mat. 6:19-23
Sebagai anak-anak Allah, kita mengimani bahwa apa yang kita miliki, termasuk benda materiil, sebagai anugerah kasih-Nya kepada kita. Namun, Allah adalah harta kita yang paling utama, dan benda-benda lainnya tidak boleh menjadi berhala yang kita sembah. Menumpuk benda atau mengumpulkannya sebagai harta, dapat menimbulkan kekhawatiran. Bagaimana jika benda itu ternyata masih kurang atau nanti berkurang? Barangsiapa tidak menyadari keberadaan dirinya sebagai anak Allah, akan hidup dalam ketergantungan pada benda materiil, menumpuk harta di bumi. Matanya kabur, karena hanya memandang berhala-berhala dan diperbudak olehnya.
Nafsu serakah untuk memiliki lebih dan lebih lagi (menumpuk) dapat kemudian menjadi praktik penyembahan berhala (Ef. 5:5) dan sumber dari segala kejahatan (1Tim. 6:10). Nilai ciptaan tidak lagi sebagai anugerah semata. Penumpukan harta bertolak belakang dengan permohonan dalam Doa Bapa Kami (roti secukupnya pada hari ini). Penumpukan “roti” tidak lagi membuat “roti” itu sebagai anugerah Bapa, tetapi menjadi pengganti Bapa itu sendiri. Hati yang berfokus pada penumpukan kekayaan akan merusak relasi hati kita dengan Bapa. Kehidupan kita akan diwarnai oleh kegelisahan dan kekhawatiran.
Barangsiapa mengenali dirinya sebagai anak Allah, akan mengumpulkan harta di surga. Dengan matanya yang jernih ia melihat Bapa yang selalu mengasihinya dalam segala hal. Iman akan Allah terwujud dalam relasi kita dengan benda-benda ciptaan. Yesus, Anak Allah, adalah harta yang benar, sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan (Kol. 2:9). Dalam diri Yesus, Gereja telah menemukan harta yang dengan penuh sukacita melepaskan diri dari seluruh miliknya supaya dapat memperoleh harta itu (bdk. Mat. 13:44-46). Gereja menghayati segalanya sebagai Ekaristi: anugerah kehadiran Sang Anak yang diterima dari Bapa dan dibagi-bagikan kepada semua sesama saudari-saudara. Tidak mengumpulkan harta duniawi adalah penerapan iman seorang anak akan Bapa yang telah menganugerahkan seluruh diri-Nya kepada manusia.
Menumpuk harta dunia merupakan bentuk pencurian dari Bapa dan sesama manusia. Sama seperti manna yang dikumpulkan berlebihan akan membusuk. Namun, jika dibagi dengan sesama, akan menjadi benih hidup yang kekal. Uang dan kekayaan akan hilang gemerlapnya pada waktunya. Setidaknya hanya akan bertahan semasa seseorang masih hidup saja. Sedangkan kasih kepada Bapa dan sesama akan terus memancarkan kemuliaan kekal Allah dalam diri manusia yang berbagi. Bukan emas permata yang dimiliki, melainkan kekayaan kemuliaan Bapa yang dibagi-bagikan, yang menunjukkan bahwa seseorang adalah anak Allah yang sejati. Jika seseorang memberi miliknya sebagai anugerah, maka hartanya adalah anugerah. Sekali pun diambil oleh pencuri, dia tidak terikat lagi dan tidak merasa hartanya dicuri. Sebaliknya ia akan mampu mengampuni pencuri tersebut.
Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. Seseorang akan diam dan menjalani kehidupan di mana hatinya berpusat. Jika dia mencintai hal-hal yang akan habis dimakan ngengat, maka hatinya berpusat pada hal-hal itu, dan ia akan habis dalam kebinasaan juga. Tetapi jika seseorang mencintai harta yang benar, yaitu Allah yang adalah kehidupan, maka dia berada bersama Allah, di dalam kehidupan itu.
Mata, bukan saja jendela hati, tetapi juga pelita yang memancarkan terang dari hati untuk menerangi kenyataan. Seseorang hendaknya melihat melalui cahaya hatinya dengan kasih yang meneranginya, sehingga cara memandang, menilai, berpikir, merasa dan bertindak bergantung pada mata dan hatinya. Mata yang terang dimiliki oleh orang yang lepas dari nafsu mengumpulkan harta. Tidak demikian dengan mata yang sakit dan jahat, yang rakus, kikir serta penuh nafsu menumpuk harta. Mata seperti ini akan menyebarkan kegelapan dan berbuah perbuatan daging. Sebaliknya, hati dan mata yang suci memantulkan terang Allah dan menghasilkan buah-buah Roh, sehingga Allah dimuliakan orang, karena terang itulah prinsip penciptaan dan kehidupan yang keluar dari mulut Allah yang bersabda, “Jadilah terang,” dan terang itu jadi!
Apakah pelita tubuhmu sudah memancarkan terang ilahi? (ek)
(Antonius Ekahananta – Awam Katolik Pengajar Misi Evangelisasi)
DOA PERSEMBAHAN HARIAN
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Cinta keluarga Kristiani
Kita berdoa untuk keluarga-keluarga Kristiani di seluruh penjuru dunia, semoga mereka memiliki dan mengalami cinta tanpa syarat dan mengutamakan kesucian dalam menjalani hidup sehari-hari.
Ujud Gereja Indonesia: Pendidikan yang kritis
Kita berdoa, semoga lembaga pendidikan dan keluarga mendidik anak-anaknya agar dapat bersikap kritis dan realistis terhadap tawaran-tawaran palsu dan kemewahan di sosial media.
Amin