Renungan Harian Misioner
Jumat Biasa XXV, 23 September 2022
P. S. Padre Pio dr Pietrelcina, Imam
Pkh. 3:1-11; Mzm. 144:1a,2abc,3-4; Luk. 9:18-22; atau dr RUybs
Karya Yesus di Galilea, sebagaimana yang mulai dikisahkan dalam Luk. 4:6, menimbulkan sebuah pertanyaan mendasar, yaitu, Siapakah Yesus itu? Yesus bertanya secara umum: Kata orang banyak, siapakah Aku ini? Banyak orang di Israel berpendapat bahwa Yesus sama dengan Yohanes Pembaptis, atau dengan Elia, ataupun dengan seorang dari para nabi terdahulu. Orang-orang pada waktu itu menempatkan Yesus pada tingkatan nabi, dan tidak memandang-Nya sebagai Mesias atau Kristus. Setelah bertanya secara umum, Yesus mengajukan pertanyaan khusus kepada murid-murid-Nya: Menurut kamu, siapakah Aku ini? Dengan mengajukan pertanyaan kedua ini, secara tidak langsung Yesus ingin menegaskan bahwa jawaban terdahulu tidak tepat. Ia bukan Yohanes Pembaptis, bukan Elia dan bukan pula seorang dari para nabi terdahulu. Petrus, yang selalu cepat menanggapi setiap kali Yesus berbicara, menjawab bahwa Yesus adalah “Kristus dari Allah” atau “Mesias dari Allah” (Mat. 9:20). Apa yang dimaksudkan Petrus ketika ia mengakui Yesus sebagai “Mesias dari Allah”? Kita boleh meyakini bahwa Petrus menilai Yesus berdasarkan apa yang dilihatnya sendiri telah dilakukan oleh Yesus, dan berdasarkan apa yang ia sendiri lakukan dalam nama Yesus, yaitu memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit di segala tempat (Luk. 9:6). Melalui “mata iman”, Petrus menemukan siapa Yesus sebenarnya. Petrus menyadari bahwa Yesus lebih dari sekadar guru, nabi, dan pembuat mukjizat yang hebat.
Mengapa Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk tidak memberitakan identitas-Nya sebagai Putra Allah yang diurapi? Yesus tidak melarang murid-murid-Nya berbicara tentang diri-Nya, melainkan tentang kemesiasan-Nya saja. Yesus tahu bahwa murid-murid-Nya belum sepenuhnya memahami misi-Nya dan bagaimana Dia akan menyelesaikan-Nya. Ada hal-hal yang belum terpenuhi yang juga harus menjadi bagian dari pewartaan mereka tentang Dia, yaitu para murid harus mewartakan salib, sengsara, dan kematian dalam daging. Mereka harus mewartakan kebangkitan orang mati. Mereka harus mewartakan bahwa Yesus benar-benar menghapuskan kematian dan melenyapkan kebinasaan. Mereka harus mewartakan bahwa Yesus menghapus dosa dunia, membuka gerbang di atas bagi para penghuni di bumi, dan menyatukan bumi dengan surga.
Yesus memang Mesias, tetapi bukan Mesias yang jaya sebagaimana yang dipikirkan oleh Petrus atau Mesias dalam arti politik duniawi sebagaimana yang dinantikan oleh bangsa Yahudi. Yesus adalah Mesias yang harus banyak menanggung banyak penderitaan, ditolak, dibunuh, dan dibangkitkan pada hari ketiga (Luk. 9:22). Yesus memberitahu murid-murid-Nya bahwa Mesias perlu menderita dan mati agar pekerjaan penebusan Allah dapat terlaksana. Melalui penolakan, penghinaan, penderitaan, dan kematian di kayu salib, Yesus mematahkan kuasa dosa dan kematian serta memenangkan kehidupan kekal bagi kita dan membebaskan kita dari perbudakan dosa.
Apa pesan Injil bagi kita? Sebagai murid-murid Yesus, kita adalah bagian dari misi dan dan kemenangan Yesus Kristus. Jika kita ingin ambil bagian dalam kemenangan Tuhan Yesus, maka kita juga harus memikul salib kita dan mengikuti jalan kemana Yesus menuntun kita. Salib apakah yang harus kita pikul setiap hari? Ketika kehendak kita berseberangan atau tidak sejalan dengan kehendak Tuhan, tetapi kita tetap melakukan kehendak Tuhan, kita sesungguhnya sedang memikul salib kita. Pertanyaan Yesus “siapakah Aku ini” merupakan pertanyaan yang ditujukan kepada kita. Jawaban kita terhadap pertanyaan Yesus ini berpijak pada relasi dan pengenalan kita akan Yesus. Pengenalan akan Yesus tidak sebatas mengetahui identitas Yesus, melainkan lebih dari itu, yaitu mengetahui kuasa kemenangan-Nya di kayu salib dimana Ia mengalahkan dosa dan menaklukkan maut melalui kebangkitan-Nya.
Sejarah perjalanan umat Kristiani memperlihatkan bahwa menjadi murid Yesus bukanlah tanpa risiko, melainkan menanggung banyak penderitaan, ditolak, dibenci, difitnah, bahkan dibunuh. Dalam situasi yang demikian, kita hendaknya percaya bahwa Roh Kudus memberi kita masing-masing karunia dan kekuatan yang kita butuhkan untuk hidup sebagai putra dan putri Allah dan sebagai murid-murid Yesus Yesus. Roh Kudus akan selalu memampukan kita untuk mengenal Tuhan Yesus secara pribadi sebagai Penebus kita, dan memberikan kita kekuatan untuk menjalankan Injil dengan setia. Roh Kuduslah yang memberanikan kita untuk bersaksi tentang sukacita, kebenaran, dan kebebasan Injil kepada orang lain. Kita hendaknya belajar pada Santo Padre Pio Pietrelcina yang pestanya kita rayakan hari ini. Santo Padre Pio menempatkan Salib Suci, yang merupakan kekuatan, kebijaksanaan, dan kemuliaannya, pada puncak hidup dan kerasulannya. Semoga berkat doa Santo Padre Pio, “mata iman” makin terbuka untuk mengenal siapa Yesus bagi kita dan kita dimampukan untuk menjadi pewarta dan saksi Yesus, Sang Mesias sebagaimana yang telah diteladankan oleh para rasul.
(RP. Silvester Nusa, CSsR – Dosen STKIP Weetebula, NTT)
DOA PERSEMBAHAN HARIAN
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Penghapusan hukuman mati
Kita berdoa semoga hukuman mati yang melawan martabat manusia, secara resmi dapat dihapus di semua negara.
Ujud Gereja Indonesia: Menghindari ketergantungan pada gawai
Kita berdoa semoga dengan sadar kita semua menghindari ketergantungan pada gawai secara berlebihan.
Amin