Renungan Harian Misioner
Selasa Pekan Biasa VII, 21 Februari 2023
P. S. Petrus Damiani
Sir. 2:1-11; Mzm. 37:3-4,18-19,27-28,39-40; Mrk. 9:30-37
Dalam sejarah anak cucu Abraham-Ishak-Yakub terjadi banyak sekali masalah. Kita kenal taufan dan badai, juga pernah ada waktu panjang, bahwa anak tidak juga dilahirkan, kemudian banyak duka derita yang didatangkan oleh perselisihan satu terhadap yang lain; padahal dari keluarga yang sama. Itulah sebabnya, Bacaan Pertama dikutipkan dari Putra Sirakh 2:1-11, yang mengingatkan, bahwa “mengikuti Kehendak Allah” itu dapat saja membawa banyak beban. Meskipun demikian, umat didorong untuk tetap percaya kepada Allah, yang pasti mencintai umat-Nya. Intisarinya disebut menjelang akhir bacaan, yaitu “bahwa Tuhan itu pengasih dan penyayang”. Kalaulah umatnya kadang kurang mengimaninya, dan banyak berbuat dosa, hendaklah mereka yakin, betapa “Allah Yang Mahakasih pasti sudi mengampuni dosa dan menyelamatkan mereka”. Menjadi umat Allah membutuhkan ketabahan.
Refleksi kita: seberapakah kita siaga untuk berbakti kepada Allah dan mau mengimani Allah, sehingga setia terus menerus kepada-Nya; juga kalau nampaknya hidup amat berat dan penuh dengan taufan dan beban?
Mazmur Tanggapan dikutipkan dari Mazmur 37, yang memberi teladan untuk mempercayakan hidup dan seluruh umat kepada Allah. Umat didorong untuk sungguh beriman dalam bentuk meyakini, bahwa Allah pasti akan bertindak yang TERBAIK bagi umat-Nya. Seluruh sejarah Keselamatan memperlihatkan, betapa Allah senantiasa setia kepada Perjanjian kepada Umat-Nya.
Perjanjian Baru diperlihatkan dalam Bacaan Injil: di tengah duka derita, yang dialami oleh Guru dari Nasaret. Dia ini banyak sekali mengajar dan berbuat baik kepada murid-murid-Nya, orang sakit, menderita, orang papa dan siapa pun yang kelaparan dan berkebutuhan. Markus 9:30-37 melukiskan dengan dangat jelas, bagaimana Yesus menyadari cinta Bapa dan mengajak para murid-Nya untuk mempercayai Kebaikan Allah Bapa. Ia bahkan mengajarkan kepada murid-murid itu, agar di hadapan Tuhan bersikap rendah hati: bukan sombong. Oleh sebab itu, mereka perlu siap untuk menjadi “yang terkecil dan terendah; bukannya mencari yang terbesar dan termulia”. Contohnya adalah “anak kecil”, yang mendapat tempat yang tinggi di hadapan Allah. Di ujung jalan, Yesus melihat, bagaimana kesengsaraan, yang akan diterima-Nya dalam Pengutusan: sebagai teladan bagi para murid: untuk mempercayakan segalanya kepada cinta kasih Allah, yang mengutus untuk mewartakan Kerahiman Ilahi.
Refleksi kita: seberapa sering kita menjadi orang sombong dan merendahkan orang lain; seberapa jarang kita bersikap rendah hati. Padahal hanya itulah tanda “anak Allah”?
Marilah berdoa: “Tuhan, berilah Roh kerendahan hati, sebagai jalan untuk mengikuti Pengutusan Bapa demi pemuliaan Allah. Sebab, semua tidak penting, kecuali untuk meluhurkan Allah yang penuh kasih”.
(RP. B.S. Mardiatmadja, SJ – Dosen STF Driyarkara)
Doa Persembahan Harian
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Gereja-gereja paroki – Kita berdoa semoga Gereja-Gereja paroki mengutamakan persatuan dan persaudaraan, serta berkembang menjadi komunitas orang beriman. Semoga Gereja juga terbuka bagi mereka yang paling membutuhkan bantuan.
Ujud Gereja Indonesia: Pemulihan ekonomi – Kita berdoa, semoga pemerintah dan semua elemen masyarakat saling bahu membahu dalam mengambil langkah-langkah untuk mempercepat pemulihan ekonomi, sehingga dampaknya segera nyata dan terasa bagi kesejahteraan rakyat, lebih-lebih kalangan yang miskin dan berkekurangan.
Amin