Renungan Harian Misioner
Sabtu Pekan Biasa XXII, 09 September 2023
P. S. Petrus Klaver
Kol. 1:21-23; Mzm. 54:3-4,6,8; Luk. 6:1-5
Puluhan tahun silam, ketika ekonomi bangsa ini sedang merosot drastis, pencurian marak di mana-mana, ada sebuah pengalaman yang mengharukan. Pagi-pagi benar, rumah tetangga kami dibobol pencuri. Segala bahan makanan diambil, bahkan nasi hangat yang berada di dalam termos, diambilnya pula. Karena desa kami tidak terlalu besar, maka mudah sekali menemukan siapa yang mengambil bahan makanan tersebut. Terlebih ketika beberapa orang menjadi saksi mata.
Tetapi begitu terkejutnya kami ketika melihat orang yang terduga itu sedang menyuapi anaknya yang masih bayi dan satu lagi anaknya yang masih kecil. Dengan bibir gemetar, bapak itu mengatakan bahwa sudah dua hari anaknya kurang makan dan istrinya pun sedang sakit. Tanpa berpikir panjang kami segera pulang dan kembali memberikan apa yang ada demi kelangsungan hidup keluarga itu.
Sabat untuk manusia dan bukan manusia untuk Sabat
Peristiwa itu mengajar kami bahwa berhadapan dengan kasus khusus, belas kasih harus berada di atas hukum dan bukan membiarkan orang kelaparan demi hukum. Yesus sendiri mengutip peristiwa masa lalu ketika Daud dan anak buahnya kelaparan. Mereka memakan roti sajian yang sebenarnya hanya boleh dimakan oleh para imam (1Sam. 21:1-6). Demikian pula, apa yang diperbuat Yesus ketika membela para murid-Nya yang melanggar hukum Sabat karena lapar, kiranya menjadi dasar tindakan kita ketika berhadapan dengan situasi khusus seperti ini.
Dasarnya adalah hukum Taurat itu sendiri yang mengatakan: “Apabila engkau melalui ladang gandum sesamamu yang belum dituai, engkau boleh memetik bulir-bulirnya dengan tanganmu, tetapi sabit tidak boleh kauayunkan kepada gandum sesamamu itu.” (Ul. 23: 25). “Apabila engkau melalui kebun anggur sesamamu, engkau boleh makan buah anggur sepuas-puas hatimu, tetapi tidak boleh kaumasukkan ke dalam bungkusanmu.” (Ul 23: 24).
Hukum Taurat yang memuat aturan tentang hari Sabat sebenarnya sudah sangat baik. Pada mulanya Sabat diciptakan agar manusia beristirahat setelah bekerja selama enam hari dan bersukacita bersama keluarganya, serta memuliakan Tuhan. Hanya sayang, kaum Farisi yang saat itu “menduduki kursi Musa” telah menafsir sangat jauh makna Sabat ini sehingga menjadi beban banyak orang. Dengan mengatakan “Anak Manusia tuan atas hari Sabat”, Yesus telah mengembalikan makna hari Sabat kepada arti semula. Untuk itulah Ia datang. Ia datang bukan untuk menghapus hukum Taurat, melainkan menyempurnakannya. Ia benar-benar Tuhan yang datang untuk membebaskan manusia dari penderitaan yang tidak perlu.
(RP. Anton Rosari, SVD – Imam Keuskupan Bogor)
Doa Persembahan Harian
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Mereka yang terpinggirkan – Kita berdoa bagi saudara-saudara kita yang terpinggirkan, dan berada dalam situasi yang tidak manusiawi, semoga mereka tidak diabaikan oleh lembaga-lembaga masyarakat dan tidak dipandang lebih rendah dan kurang diperlukan.
Ujud Gereja Indonesia: Inspirasi pengampunan – Kita berdoa, semoga kita rajin membaca dan menggali inspirasi dari Kitab Suci tentang pertobatan, sehingga kita disadarkan, bahwa manusia siapa pun mempunyai hak untuk diampuni, jika mau menyesali kesalahannya, dan mohon pengampunan dari Tuhan yang Maha Rahim.
Amin
