Renungan Harian Misioner
Sabtu, 15 Januari 2022
P. S. Arnold Janssen
1Sam. 9:1-4,17-19; 10:1a; Mzm. 21:2-3,4-5,6-7; Mrk. 2:13-17
Dalam bacaan Injil hari ini, Markus menceritakan kepada kita bahwa banyak orang yang datang kepada Yesus, termasuk orang-orang yang tidak diinginkan dan tidak dicintai seperti orang cacat, orang buta, dan orang kusta, serta para janda dan para yatim piatu. Para pendosa publik, seperti para pelacur dan pemungut cukai juga datang kepada Yesus. Dikisahkan bahwa Yesus memanggil Lewi yang juga disebut Matius (Mat. 9:9) menjadi salah satu murid-Nya. Yesus memilih salah satu orang yang paling tidak disukai, yaitu seorang pemungut cukai yang karena profesinya dibenci dan dipandang hina oleh orang.
Ketika ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi melihat bahwa Yesus makan bersama dengan pemungut cukai dan orang berdosa, mereka mempertanyakan sikap Yesus itu kepada murid-murid-Nya: “Mengapa Gurumu makan bersama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” (Mrk. 2:16). Pertanyaannya, mengapa para pemimpin agama mencari kesalahan Yesus ketika Ia bergaul dan bersahabat dengan para pendosa dan pemungut cukai seperti Lewi? Para pemuka agama Yahudi mempunyai suatu kebiasaan untuk membagi orang ke dalam dua kelompok, yaitu mereka yang secara ketat menjaga hukum Musa beserta aturan-aturannya dan mereka yang tidak secara ketat dalam menjaga dan melaskanakan hukum Musa. Para pemimpin agama Yahudi memperlakukan orang-orang ini sebagai warga kelas dua dan menyebut orang-orang itu sebagai “orang yang tidak mengenal Hukum Taurat”. Para pemimpin agama Yahudi selalu menghindari kebersamaan dengan mereka, menolak untuk berbisnis bersama mereka, menolak untuk memberi atau menerima sesuatu dari mereka, menolak kawin campur dengan mereka, dan menghindari apapun bentuk hiburan bersama mereka, termasuk perjamuan persahabatan. Maka tidak mengherankan jika kebersamaan Yesus dengan para pendosa sungguh mengejutkan para pemuka agama Yahudi.
Ketika orang Farisi menantang perilaku-Nya yang dianggap sebagai pengacau atau perusak moralitas bangsa dengan makan bersama para pendosa publik, argumen Yesus sangat sederhana: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit!” (Mrk. 2:17). Seorang dokter tidak perlu mengunjungi orang sehat. Sebaliknya, dia pergi kepada orang yang sakit. Begitu pula Yesus mencari mereka yang sungguh-sungguh membutuhkan. Seorang dokter sejati menyembuhkan orang secara utuh: tubuh, pikiran dan roh. Yesus datang sebagai Dokter Ilahi dan Gembala Yang Baik. Yesus datang untuk menyembuhkan orang yang sakit. Yesus datang untuk memanggil orang berdosa supaya mereka bertobat. Yesus setia kawan dengan mereka yang mencari-Nya untuk mendengarkan firman-Nya. Singkatnya, Yesus senang bergaul dengan warga masyarakat yang dianggap tidak beres di hadapan Allah dan membarui setiap orang menuju kepenuhan hidup. Para pemimpin agama Yahudi begitu asyik dengan praktik keagamaan mereka sendiri sehingga mereka menolak untuk membantu orang-orang yang membutuhkan perhatian dan bantuan. Hidup keagamaan mereka bersifat egois karena mereka tidak ingin memiliki apapun untuk dilakukan bersama dengan orang yang tidak seperti mereka. Yesus menyatakan misi-Nya dalam sebuah pernyataan yang tegas: “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi untuk memanggil orang berdosa.” Ironisnya, para pemimpin agama Yahudi sebenarnya adalah orang yang juga sangat membutuhkan “penyembuhan” dan pertobatan sama seperti orang-orang yang mereka hina dan mereka benci karena “semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rm. 3:23).
Apa makna misi Yesus ini bagi kita? Pertama, kita perlu senantiasa menyadari bahwa kita adalah orang-orang yang telah mengalami kemurahan hati dan belaskasihan Allah dalam diri Yesus. Kita memiliki kelemahan, kerapuhan dan dosa-dosa yang membuat kita menolak diri sendiri ataupun ditolak dan dijauhkan oleh orang lain. Dalam situasi yang demikian, kita perlu ingat misi Yesus bagi kita, yaitu Dia datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa (Mrk. 2:17). Kesadaran dan keyakinan akan misi Yesus bagi kita inilah menjadi fondasi spiritual yang kokoh untuk menanggapi panggilan-Nya, mengikuti-Nya dan membiarkan diri dibarui oleh Yesus. Kedua, status kita sebagai orang Kristiani atau menjadi pengikut Yesus merupakan bukti bahwa kita yang berdosa ini dipanggil dan dibarui oleh Yesus. Yesus telah dan selalu memenuhi kita dengan rahmat dan belaskasihan-Nya. Yesus menghendaki kita untuk menemukan kebaikan dalam diri sesama kita, termasuk orang-orang yang tidak disukai dan para pengacau atau perusak, dengan menunjukkan kepada mereka kemurahan hati dan belaskasih yang sama sebagaimana kemurahan hati dan belaskasihan yang telah kita terima dari Yesus.
(RP. Silvester Nusa, CSsR – Dosen STKIP Weetebula, NTT)
DOA PERSEMBAHAN HARIAN
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Persaudaraan sejati
Kita berdoa untuk mereka yang menderita karena perundungan dan diskriminasi agama; semoga hak asasi dan martabat mereka diargai karena sesungguhnya kita semua bersaudara sebagai umat manusia. Kami mohon…
Ujud Gereja Indonesia: Menangkal hoaks
Kita berdoa, semoga di tengah simpang-siurnya informasi, gosip dan hoaks yang memancing emosi, kita tetap menanggapinya dengan hati lembut dan akal sehat. Kami mohon…
Amin
Haleluya.
SukaSuka