Renungan Harian Misioner
Rabu Pekan I Prapaskah, 09 Maret 2022
P. S. Fransiska Romana
Yun. 3:1-10; Mzm. 51:3-4,12-13,18-19; Luk. 11:29-32
Salah satu kerinduan terbesar umat Israel adalah melihat tanda. Mereka menghendaki hal ini juga dari Yesus, untuk membuktikan bahwa Dia adalah Mesias, Anak Allah.
Yesus menolak untuk membuat tanda karena memang sudah begitu banyak tanda yang diperbuat-Nya di depan mata mereka: “Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Luk. 7:20,22). Hanya sayangnya, mereka mempunyai mata tetapi tidak melihat; mempunyai telinga tetapi tidak dapat mendengar. Musa telah berkali-kali mengeluh tentang bangsa ini. Mereka adalah adalah bangsa yang tegar tengkuk (Kel. 32:9; 33:3; Ul. 9:13). Yesuspun meneguhkan hal ini: “Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati” (Luk. 16:31).
Kepada mereka, Yesus hanya memberikan tanda Yunus. Yunus adalah seorang utusan dari Allah. Dia diminta Tuhan untuk menyerukan berita tentang pertobatan. Dia menyerukannya dengan kalimat sederhana: “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan” (Yun. 3:4). Mendengar pemberitaan ini, orang-orang Niniwe bertobat. Bahkan raja merekapun bertobat dengan menanggalkan jubahnya. Sementara orang-orang Israel tidak percaya akan pemberitaan Yesus, padahal Yesus lebih besar dari Yunus. Demikianlah, tanda Yunus menjadi tanda pertobatan.
Pada masa inipun, Allah tetap menyerukan pertobatan melalui berbagai “tanda Yunus” yang lain, misalnya melalui suara sang gembala, sahabat, kenalan, maupun melalui peristiwa tertentu yang kita alami dalam hidup ini, bahkan melalui firman-Nya yang kita dengar setiap saat.
Masa prapaskah bukan saat untuk melihat tanda, melainkan untuk bertobat. Namun pertobatan hanya terjadi ketika orang sadar akan dirinya, seperti yang terjadi pada perumpamaan anak yang hilang. Ia sadar akan keadaannya dan berkata: “Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.” (Luk. 15:17). Kesadaran inilah yang membuat ia berani bangkit dan berjalan kembali kepada bapanya.
Melihat betapa pentingnya “kesadaran”, seorang rahib abad lalu, Thomas Merton, mengatakan bahwa sadar akan diri sendiri itu setara dengan memperbaiki citra Allah yang ada dalam diri kita.
(RP. Anton Rosari, SVD – Imam Keuskupan Bogor)
DOA PERSEMBAHAN HARIAN
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Menghadapi tantangan bioetika
Kita berdoa untuk umat Kristiani yang menghadapi tantangan bioetika baru; semoga mereka dapat terus membela martabat segenap umat manusia dengan doa dan tindakan.
Ujud Gereja Indonesia: Pengabdian politik
Kita berdoa, semoga di alam demokrasi ini para elit politik dan pemerintah menggunakan kewenangannya untuk mengabdi dan menata masyarakat dan bukan untuk menguasainya.
Amin