Renungan Harian Misioner
Senin, 20 Juni 2022
P. S. Silverius
2Raj. 17:5-8,13-15a,18; Mzm. 60:3,4-5,12-13; Mat. 7:1-5
Para Pembaca RenHar KKI yang terkasih: Shalom!
Sejak Jumat Pekan IV Paskah Hingga Hari Raya Pentakosta, setting-place untuk Firman Tuhan yang kita gunakan dalam Kalender Liturgi kita adalah “Perjamuan Malam Terakhir.” Masuk ke dalam Masa Biasa Tahun C/II terhitung sejak Selasa Pekan X, setting-place itu berpindah dari kepada Khotbah di Bukit. Baik dalam Perjamuan Malam Terakhir maupun dalam khotbah di bukit, ada dua tingkat relasi yang selalu kembali atau terus-menerus disampaikan sebagai bingkai hidup para murid Yesus yaitu relasi mereka dengan Allah dan dengan sesama manusia. Dan sebagaimana relasi dengan Allah itu tidak selalu dapat dihayati dengan baik, begitu juga relasi dengan sesama manusia tidak selalu dapat terwujud dalam turut kata serta sikap dan tingkah laku para murid Yesus pada khususnya, dan seluruh Umat Allah pada umumnya!
Relasi ideal yang diharapkan terjadi dalam hubungan manusia dengan Allah dan dengan sesamanya adalah KASIH yang membuka jalan kepada PERSEKUTUAN HIDUP, yang diperjuangkan terutama dalam kehidupan sekarang ini, hingga mencapai final pada kehidupan yang akan datang. Khotbah di Bukit dapat dikatakan sebagai aplikasi praktis dari Amanat Agung tentang Cinta kasih yang disampaikan dalam Perjamuan Malam Terakhir itu!
Konsekuensi Relasi dengan Allah: Berkat atau Bencana?
Relasi manusia dengan Allah, khususnya melalui pengalaman hidup umat Israel, yang secara istimewa dipilih menjadi umat kesayangan Allah, nampak seperti gelombang. Ketika dihayati dengan sangat baik, buahnya adalah BERKAT. Ketika tidak dihayati dengan baik buahnya adalah murka Allah plus aneka hukuman. Ratu Atalya (2Raja-raja 11:1-4. 9-18. 20) dan Raja Yoas (2Tawarikh 24:17-25), merupakan contoh. Keduanya mengutamakan kepentingan mereka sendiri dan melupakan kepentingan Allah dan umat pilihan-Nya yang dipercayakan kepada pemerintahan mereka sebagai raja atas Umat Allah.
Kegagalan manusia untuk hidup dalam persekutuan kasih dengan Allah, tidak hanya mendatangkan bencana bagi orang-perorangan melainkan bagi umat Allah secara keseluruhan. Penyembahan kepada baal yang membuat umat menjauh dari Tuhan Allah mereka, mendatangkan bencana bagi baik bagi Raja maupun bagi umat yang mengikuti cara hidup raja yang terang-terangan menolak kesempatan untuk hidup dalam persekutuan kasih dengan Allah.
Firman Tuhan dalam Bacaan Pertama hari ini, menegaskan tentang akibat lanjut dari pilihan para raja Israel, yang menolak Allah dan Tawaran Keselamatan-Nya. Buah dari penolakan itu adalah bahwa Israel diserahkan kepada bangsa-bangsa lain. Inilah yang kita baca dalam Kitab Raja-Raja, “Dalam tahun kesembilan zaman Hosea maka raja Asyur merebut Samaria. Ia mengangkut orang-orang Israel ke Asyur ke dalam pembuangan dan menyuruh mereka tinggal di Halah, di tepi sungai Habor, yakni sungai negeri Gozan, dan di kota-kota orang Madai. Hal itu terjadi, karena orang Israel telah berdosa kepada TUHAN, Allah mereka, yang telah menuntun mereka dari tanah Mesir dari kekuasaan Firaun, raja Mesir, dan karena mereka telah menyembah allah lain, dan telah hidup menurut adat istiadat bangsa-bangsa yang telah dihalau TUHAN dari depan orang Israel, dan menurut ketetapan yang telah dibuat raja-raja Israel” (2Raja-raja 17:5-8).
Sikap dan perilaku yang “judgemental”
Contoh lain tentang sikap dan perilaku buruk dalam diri umat Allah, ditegaskan Yesus melalui Khotbah di Bukit, yang kita baca dalam Injil hari ini. Hubungan manusia dengan sesamanya jatuh ke dalam pola relasi yang tidak dikehendaki oleh Tuhan, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi… Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu” (Matius 7:1-5).
Jadi, pola relasi kita terhadap Allah dapat memengaruhi pola relasi kita terhadap sesama. Demikian, ketika kita tidak mengutamakan kepentingan Allah, kita pun dapat menjauhkan sesama kita dari Allah dan bahkan membawa mereka kepada cara hidup yang melawan Allah. Sebaliknya, ketika kita mendahulukan kepentingan Allah, kita dapat menjadi penyalur berkat serta kasih karunia-Nya bagi sesama kita. Semoga Roh Kudus membantu kita untuk menghayati hubungan kita dengan Allah dan dengan sesama secara positif, sehingga hidup kita pun menjadi hidup yang diberkati Tuhan. Amin!
(RD. Marcel Gabriel – Imam Keuskupan Pangkalpinang)
DOA PERSEMBAHAN HARIAN
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Cinta keluarga Kristiani
Kita berdoa untuk keluarga-keluarga Kristiani di seluruh penjuru dunia, semoga mereka memiliki dan mengalami cinta tanpa syarat dan mengutamakan kesucian dalam menjalani hidup sehari-hari.
Ujud Gereja Indonesia: Pendidikan yang kritis
Kita berdoa, semoga lembaga pendidikan dan keluarga mendidik anak-anaknya agar dapat bersikap kritis dan realistis terhadap tawaran-tawaran palsu dan kemewahan di sosial media.
Amin