Renungan Harian Misioner
Selasa, 21 Juni 2022
P. S. Aloisius Gonzaga
2Raj. 19:9b-11,14-21,31-35a,36; Mzm. 48:2-3a,3b-4,10-11; Mat. 7:6,12-14; atau dr RUybs
Bacaan khusus: 1Yoh. 5:1-5; Mzm. 16:1-2a,5,7-8,11; Mat. 22:34-40
Segala hal dapat diperoleh Luigi Gonzaga, kalau dia menghendaki. Orang tuanya mempunyai posisi kemasyarakatan terpandang, Luigi cakep dan cakap. Di Castiglione, Mantua, Italia, banyak dapat diraihnya, kalau mau. Sementara itu, hasratnya membaca membawanya ke buku spiritualitas, sehingga ia berani memilih sesuatu, yang bertentangan dengan pemikiran ayahnya. Pada usia 19 tahun ia masuk novisiat Jesuit. Empat tahun sebagai seorang Jesuit, Luigi memilih melayani korban wabah di Italia. Ia melayani penderita-penderita itu dalam segala: sampai menjadi lemah dan sakit sendiri. Pada usia 23 tahun ia dipanggil Tuhan: sudah cukup pelayanannya. Maka Antifona pembukaan (Mat. 9:21) cocok: ia menyerahkan segala bagi Tuhan dan anak-anak-Nya.
Kemudian Bacaan I (1Yoh. 5:1-5) mengajak kita mendalami Sang Spiritus, yang menjiwai Aloisius: menyatu dengan Yesus, yang melahirkannya kembali dalam hidup-baru. Caranya adalah “Mengasihi Allah dan semua yang dicintai Allah”.
REFLEKSI KITA: tentulah kita sudah banyak berbuat bagi dan bersama orang lain, terutama, yang sakit dan menderita. Benarkah kita melakukannya untuk menjawab kasih sayang Yesus, Sang Sahabat? Apakah kita menyambut Tuhan Yesus dengan kemurahan hati sedemikian, sehingga iman kepada-Nyalah yang terpenting? Jadi segala pikiran, perasaan, kata dan tindakan kita diresapi oleh Spirit Cinta kasih? Semua itu BAGI KEMULIAAN ALLAH?
Bacaan Injil (Mat. 22:34-40) memperdalam motivasi iman bagi kita, sebagaimana juga bagi Aloisius Gonzaga. Sebab Matius mengingatkan para murid Kristus, untuk mengasihi Allah “dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan segenap akal budimu”. Frater Aloisius melakukan Perintah Perdana Tuhan itu sungguh-sungguh sampai napasnya yang terakhir. Tanda dan sarananya sungguh menunjukkan kesaksiannya di sekitar komunitasnya: melayani orang sakit dan lemah, seperti ia mencintai dirinya sendiri. Kita mendapat pesan dari Tuhan Yesus di situ: “di situlah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”. Maka dari itu, pada tahun 1726 Paus Benediktus XIII menyatakannya sebagai Santo: menyatu dengan Tuhan berkat Roh Kudus. Pada tahun 1729 St. Aloisius Gonzaga dijadikan pelindung orang muda. Maksudnya, ia dimohon untuk mendoakan kaum muda, supaya dapat seperti dia melaksanakan dua Perintah yang disebut Yesus: “Cinta kepada Allah dan Cinta kepada sesama”.
REFLEKSI KITA: Sudah lama kita mengenal Aloisius. Sudah lama pulakah kita mengikuti jejaknya, menjadi murid Kristus, yang mengasihi Allah serta mencintai sesama: dengan pikiran, perasaan, kata dan tindakan kita? Dan semuanya demi kemuliaan Allah?
(RP. B.S. Mardiatmadja, SJ – Dosen STF Driyarkara)
DOA PERSEMBAHAN HARIAN
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Cinta keluarga Kristiani
Kita berdoa untuk keluarga-keluarga Kristiani di seluruh penjuru dunia, semoga mereka memiliki dan mengalami cinta tanpa syarat dan mengutamakan kesucian dalam menjalani hidup sehari-hari.
Ujud Gereja Indonesia: Pendidikan yang kritis
Kita berdoa, semoga lembaga pendidikan dan keluarga mendidik anak-anaknya agar dapat bersikap kritis dan realistis terhadap tawaran-tawaran palsu dan kemewahan di sosial media.
Amin