Renungan Harian Misioner
Senin Biasa XIV, 4 Juli 2022
P. S. Elisabet dr Portugal
Hos. 2:13.14b-15.18-19; Mzm. 145:2-3.4-5.6-7.8-9; Mat. 9:18-26
Sahabat misioner,
Dalam sebuah buku nyanyian, ada syair yang begitu indah demikian:
“Hati Yesus bagai laut, penuh kemurahan, … Hati Yesus bagai puri, penuh kekayaan, … Hati Yesus matahari, penuh sinar keindahan, …” (MB 506).
Injil hari ini mewartakan kebenaran syair lagu tersebut. Yesus penuh kemurahan. Yesus penuh kekayaan. Yesus penuh sinar keindahan. Keagungan belas kasih Yesus itu dialami langsung oleh anak perempuan dari kepala rumah ibadat Yahudi, dan seorang perempuan yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan.
Ada dua kisah dalam Injil. Kisah pertama menceritakan seorang kepala rumah ibadat datang, menyembah, dan memohon kepada Yesus. Kepala rumah ibadat tentu tergolong kelompok elit Yahudi. Ia orang penting yang dipilih dari antara penatua dan memiliki kedudukan tinggi karena bertanggung jawab sepenuhnya terhadap sinagoga, rumah ibadat Yahudi, yang menjadi pusat kehidupan orang-orang Yahudi. Seluruh keteraturan tata ibadat, pengawasan sinagoga, kemurnian tempat ibadat, dan segala urusan administrasi, semuanya itu menjadi tanggung jawab seorang kepala rumah ibadat. Termasuk di dalamnya adalah menentukan siapa saja yang bertugas dalam tata perayaan ibadat Yahudi, dialah yang mengaturnya. Sebagai pejabat tinggi sinagoga, pastilah ia adalah seorang Yahudi totok atau Yahudi ortodoks, yang seperti kebanyakan elit Yahudi lainnya (ahli kitab dan kaum Farisi) memiliki pandangan negatif terhadap Yesus. Ia tentu juga menganggap Yesus sebagai orang yang membahayakan. Bagi elit Yahudi, Yesus adalah seorang penyesat yang sangat berbahaya. Meski demikian, ia tentu juga telah mendengar sepak terjang Yesus yang mengagumkan. Maka, kalau ia yang seorang kepala rumah ibadat mau datang, bahkan menyembah dan memohon kepada Yesus, pastilah ini adalah usaha terakhir untuk mencari pertolongan bagi anak perempuannya yang sudah meninggal setelah upaya-upaya sebelumnya gagal semua. Ia tidak malu dan memberanikan diri memohon kepada Yesus.
Yesus tahu bahwa diri-Nya tidak disukai oleh pejabat Yahudi dan dimusuhi karena dianggap sebagai penyesat yang membahayakan. Ia bisa saja mendendam dan menolak kedatangan kepala rumah ibadat itu. Tetapi, apa yang dilakukan Yesus? Ia tidak menaruh dendam. Yesus menerima dan menolongnya dengan sukacita. Yesus menyatakan belaskasih-Nya. Yesus masuk, memegang tangan anak perempuan itu, dan bangkitlah ia yang dikabarkan telah mati.
Kisah kedua adalah kisah seorang perempuan yang sudah dua belas tahun sakit pendarahan. Dalam masyarakat Yahudi, penyakit pendarahan adalah penyakit yang paling mengerikan dan menjijikkan bagi perempuan. Seorang yang sakit pendarahan akan di-stigma najis. Kenajisan ini tidak hanya merupakan pandangan umum, tetapi secara hukum dinyatakan memang najis. Hukum Taurat secara tegas mengatakan bahwa perempuan yang mengalami sakit pendarahan adalah najis, dan setiap barang atau orang yang disentuhnya terkena cemar dan menjadi najis (bdk. Im. 15:25-27). Dengan demikian si penderita pendarahan sama sekali terputuskan hubungannya dengan orang lain dan tidak dapat ikut beribadat kepada Allah. Ia diharuskan menjauhkan diri dari orang lain, dan orang lain pun diwajibkan menyingkirinya. Sungguh amat menderitakan.
Oleh karena itu ketika mendengar Yesus lewat, dengan segenap kerentanan dan keberanian yang ada padanya si perempuan pendarahan itu menerobos kerumunan untuk mendekat dan menyentuh ujung jumbai Yesus. Ia berkeyakinan bahwa ia akan sembuh meski hanya menyentuh ujung jumbai-Nya. Benarlah demikian! Hati Yesus yang penuh belas kasih mengalir keluar dan menyembuhkan si perempuan itu. Ia tidak hanya dibebaskan dari penyakitnya, tetapi lebih besar dari itu ia didamaikan dengan segalanya. Karena belas kasih Yesus, perempuan itu menjadi pribadi yang berharga. Yesus menaruh belas kasih kepadanya.
Sahabat misioner terkasih,
Marilah dalam kerentanan hidup kita, kita pun berani datang kepada Yesus yang penuh belas kasih. Kita menimba kekuatan dari Hati Yesus yang tak terbatas belas kasih-Nya itu. Pada gilirannya, kita pun harus menyatakan belas kasih kepada semakin banyak orang. Untuk itulah kita diutus menjadi misionaris belas kasih.**(NW)
(RD. M Nur Widipranoto – Direktur Nasional Karya Kepausan Indonesia)
DOA PERSEMBAHAN HARIAN
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Menghargai warisan lansia
Kita berdoa untuk para lansia; pada mereka kita dapat merasakan kembali akar hidup dan warisan berharga; semoga pengalaman dan kebijaksanaan mereka membantu kaum muda untuk menatap masa depan dengan penuh harapan dan tanggung jawab.
Ujud Gereja Indonesia: Kegelisahan anak muda
Kita berdoa semoga Gereja memberikan perhatian khusus kepada anak-anak muda yang depresi, gelisah, putus asa dan kehilangan harapan akan masa depannya karena dampak pandemi selama ini.
Amin