Pergilah, dan Perbuatlah Demikian!

Renungan Harian Misioner
Minggu, 10 Juli 2022
HARI MINGGU BIASA XV

Ul. 30:10-14; Mzm. 69:14,17,30-31,33-34,36ab,37 atau Mzm. 19:8,9,10,11; Kol. 1:15-20; Luk. 10:25-37

Orang Samaria yang Baik Hati: siapa yang tidak kenal cerita ini?  Si Ahli Taurat bertanya tentang apa yang harus dibuatnya untuk hidup kekal. Yesus balik bertanya: apa yang tertulis dan selalu engkau baca dalam Taurat? Yesus tahu, Ia berhadapan dengan seorang yang taat-beragama: golongan yang tahu banyak dan rajin membaca Alkitab! Jawabannya juga tepat: kasih kepada Allah & sesama. Jawaban yang benar, kata-kata yang meyakinkan. Apakah itu menjadi ukuran kesalehan dan hidup beragama? Jelas tidak! Maka, Yesus menegaskan: perbuatlah demikian! Perintah-kasih itu tidak boleh hanya menjadi kata dan rumusan, yang sering dibaca dan dihafal. Cinta itu kata-kerja: harus dibuat dan dilaksanakan dalam hidup nyata.

Si Ahli yang banyak membaca dan menghafal perintah, kini bertanya lagi: siapa sesamaku? Ia mungkin sudah mencintai sesama kaumnya atau sesama sukunya (Yahudi). Konon itulah pengertian “sesama” dalam Taurat (Im. 19:18). Konsep sesama yang sempit ini sering menyingkirkan orang Yahudi lainnya, seperti pemungut cukai, pendosa, rakyat jelata, dll. Konsep “sesama” yang primordial seperti ini harus dibongkar. Yesus membongkarnya bukan dengan mengutip Taurat. Ia juga tidak berteori tentang siapa itu “sesama”. Ia bercerita tentang bagaimana menjadi sesama. Kejutan pun datang: justru seorang Samarialah yang menjadi teladan. Imam dan orang Lewi, dua kasta teratas dalam klasemen kesalehan Yahudi, ternyata gagal melakukan perintah-kasih. Keduanya hanya melihat dan melewati si korban (ay. 31-32). Mengapa? Karena mereka taat pada huruf Taurat. Mereka mendewakan apa yang mereka hafal dan baca tentang aturan tahir-najis. Si korban mungkin tampak seperti mayat. Itu sumber kenajisan. Mungkin juga ia telanjang: berarti tidak punya identitas. Bisa jadi dia orang asing, yang juga najis. Ini berbahaya untuk Imam dan orang Lewi yang ingin tetap tahir.

Orang Samaria juga punya Hukum Taurat. Jadi, dia tahu aturan tahir-najis. Akan tetapi, ia tidak hanya melihat, tetapi juga berbelas kasih. Itulah yang membuatnya berani keluar dari huruf Hukum. Ia tidak mau dipenjara oleh identitas dan golongan. Orang yang menderita, siapapun dia, adalah sesama yang harus dibantu. Aksi kasihnya dilukiskan dengan detail: mendatangi, meminyaki dan membalut luka, menaikkan ke keledai, membawa dan merawat serta membayar penginapan, dstnya. Begitu banyak tindakannya diarahkan kepada si korban. Porsi terbesar cerita Yesus ini difokuskan pada tindakan-tindakan konkret bagi sang korban. Pesan-Nya jelas: cinta itu kata-kerja, kasih itu praksis, kepada siapa saja yang menderita!

Cerita ini punya latar tempat yang jelas (antara Yerusalem dan Yerikho), tetapi tidak ada latar waktunya. Agaknya Lukas memang ingin agar pesan cerita ini tidak dibatasi oleh waktu. Kasih tanpa syarat dan tanpa bendera seperti yang dibuat Si Samaria harus terus berlaku. Praksis kasih selalu berlaku, tanpa batas waktu. Kita tidak pernah pensiun atau libur dalam mengasihi, karena perintah Yesus di akhir cerita ini akan terus mengganggu: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” (ay. 37).

(Hortensius Mandaru – Lembaga Alkitab Indonesia Jakarta)

DOA PERSEMBAHAN HARIAN

Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.

Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:

Ujud Gereja Universal: Menghargai warisan lansia

Kita berdoa untuk para lansia; pada mereka kita dapat merasakan kembali akar hidup dan warisan berharga; semoga pengalaman dan kebijaksanaan mereka membantu kaum muda untuk menatap masa depan dengan penuh harapan dan tanggung jawab.

Ujud Gereja Indonesia: Kegelisahan anak muda

Kita berdoa semoga Gereja memberikan perhatian khusus kepada anak-anak muda yang depresi, gelisah, putus asa dan kehilangan harapan akan masa depannya karena dampak pandemi selama ini.

Amin

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s