Renungan Harian Misioner
Sabtu Biasa XIV, 9 Juli 2022
P. S. Gregorius Grassi, Agustinus Zhao Rong, dkk
Yes. 6:1-8; Mzm. 93:1ab,1c-2,5; Mat. 10:24-33
Melalui bacaan kemarin, kita tahu bahwa Yesus mengingatkan bahwa ‘seorang murid tidak akan lebih dari pada gurunya.’ Penganiayaan pada para pengikut Kristus, menjadikan seorang murid sama seperti Guru dan Tuhannya. Sudah sepantasnya jika seorang murid bersedia untuk mengalami penganiayaan karena memberi kesaksian akan Tuhannya itu. Penganiayaan yang dialami, biasanya dimulai dengan fitnah dari seseorang, sehingga murid yang difitnah itu lebih mudah diserang. Seperti Yesus dijuluki Beelzebul, pembawa penyakit dan kematian, padahal sesungguhnya Yesus adalah Imanuel, Allah beserta kita, Sang Pemberi Kehidupan. Fitnah-fitnah seperti ini akan dialami juga oleh para murid dan setiap orang yang memberi kesaksian tentang Yesus.
Penganiayaan seperti demikian menimbulkan ketakutan bagi mereka yang mewartakan Yesus. Ketakutan ini seringkali menjadi pendorong utama manusia bertindak menurut kehendaknya sendiri. Naluri pembelaan diri memang berguna untuk menghindari bahaya, tetapi tidak merupakan dasar yang memadai bagi suatu hidup yang utuh, karena tujuan hidup kita bukan hal-hal fana yang kita takuti itu, melainkan Bapa yang mencintai kita dan yang kita cintai itu. Dan kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan (bdk. 1Yoh. 4:18). Memang harus diakui, selama kita masih hidup di dunia, kasih kita belum sempurna, ini sebabnya kita masih mengalami ketakutan. Tetapi hendaknya kita tidak dikuasai dan dikendalikan oleh ketakutan tersebut. Sebagai seorang murid, sekalipun mengalami ketakutan dan keragu-raguan, tidak membiarkan dirinya dikendalikan oleh ketakutan itu. Sebaliknya, didorong oleh Roh Yesus, yang telah memberi hidup-Nya demi semua orang, seorang murid akan melakukan hal yang sama bagi sesamanya (bdk. 2Kor. 5:14).
Itu sebabnya ajakan Yesus agar: “Jangan takut,” diulang tiga kali dalam pesan-Nya kepada para murid. Hal ini bertujuan untuk menyadarkan bahwa ketakutan memang nyata, tetapi dengan motivasi yang mengikuti ajakan tersebut, kita diajak untuk terus maju tanpa dikuasai oleh ketakutan dan kekhawatiran tersebut.
Ajakan yang pertama, dilanjutkan dengan pesan agar kita mewaspadai kecenderungan untuk bungkam atau membungkus pewartaan sedemikian rupa untuk menyenangkan hati para pendengar saja. Kita tidak boleh hanya mengungkapkan apa yang ingin didengar dan menyenangkan hati orang. Injil harus diwartakan secara utuh. Seluruh pewartaan Injil adalah sejarah keselamatan, yang berkesinambungan dan disampaikan melalui Roh Allah. Yesus sendiri adalah terang yang bercahaya dalam kegelapan, dan kegelapan itu tidak dapat menguasai-Nya (Yoh. 1:5). Para murid harus menyambut pesan Yesus dan menyebarluaskannya, sehingga melalui pewartaan para murid, dunia pun akan datang kepada Cahaya Kebenaran yang memberi hidup itu. Sekalipun kebaikan dan kebenaran itu hanya dibisikkan, tetap harus diwartakan dengan terang benderang.
Ajakan berikutnya mengingatkan bahwa manusia terdiri dari badan dan kehidupan. Badan memang dapat hancur oleh kematian biologis, tetapi kehidupan terus berkembang, karena kehidupan adalah Roh Allah, yang telah dihembuskan ke dalam raga kita. Dan karena kehidupan itu adalah Roh, maka daya hidup seseorang berasal dari Kasih Allah yang memberi kehidupan itu. Jika kita hanya melekat pada nilai-nilai yang ditawarkan dunia, daya kehidupan kita menjadi hampa. Kita menjadi ibarat sampah yang tujuan akhirnya dibuang ke tempat pembakaran (neraka). Mutlak bagi kita untuk menghidupi apa yang ada di dalam tubuh kita, yaitu kasih persaudaraan yang membawa kepada hidup yang kekal; bukan menyelamatkan tubuh jasmani. Percaya total kepada Bapa, percaya dengan hikmat bahwa penyelenggaraan kasih-Nya bekerja di dalam kita. Kalau hidup-matinya seekor burung pun tidak diabaikan oleh Allah, maka kita harus percaya bahwa Ia mampu menganugerahkan kepada kita apa yang kita perlukan untuk beroleh kehidupan itu.
Ajakan-Nya yang terakhir, merupakan ajakan untuk tidak melupakan keberadaan kita. Kita diingatkan bahwa identitas kita adalah seorang rasul, yang sama seperti Yesus. Sama seperti Bapa telah mengutus Yesus untuk memberi kesaksian tentang kasih-Nya, demikian pula Yesus mengutus kita yang menyadari diri sebagai anak-anak Bapa, untuk juga bersaksi sampai pada saatnya semua orang di bumi ini menyambut Kasih Bapa itu. Barangsiapa yang menyambut Yesus dan menjadi saudara-Nya, ia menyambut Bapa dan menjadi anak-Nya. Mengakui Yesus bukan perkara di bibir saja, melainkan komitmen menjadi milik-Nya dengan seluruh hati dan kehidupan. Kita tidak boleh melupakan bahwa sebagai murid-Nya, kita juga adalah terang dunia itu. Kita mesti bersikap sedemikian rupa sehingga terang itu tampak, dikenali orang melalui kasih dan pelayanan kita. Untuk itu kita harus berani menyangkal diri, supaya pada akhirnya kita tidak menyangkal Yesus. Tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih-Nya. Supaya kita tidak menyangkal dia, kita harus mengandalkan kesetiaan-Nya kepada kita, karena demikianlan iman kita yang pasti! (ek)
(Antonius Ekahananta – Awam Katolik Pengajar Misi Evangelisasi)
DOA PERSEMBAHAN HARIAN
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Menghargai warisan lansia
Kita berdoa untuk para lansia; pada mereka kita dapat merasakan kembali akar hidup dan warisan berharga; semoga pengalaman dan kebijaksanaan mereka membantu kaum muda untuk menatap masa depan dengan penuh harapan dan tanggung jawab.
Ujud Gereja Indonesia: Kegelisahan anak muda
Kita berdoa semoga Gereja memberikan perhatian khusus kepada anak-anak muda yang depresi, gelisah, putus asa dan kehilangan harapan akan masa depannya karena dampak pandemi selama ini.
Amin