Renungan Harian Misioner
Sabtu, 28 Januari 2023
P. S. Tomas Aquino
Ibr. 11: 1-2,8-19; MT Luk. 1:69-70,71-72,73-75; Mrk. 4:35-41; atau dr RUybs
Bagaimana kita bisa melawan rasa takut dengan keyakinan? Pertanyaan ini mungkin penting untuk direnungkan sehubungan dengan pertanyaan Yesus kepada murid-murid-Nya, setelah Ia memerintahkan badai angin (topan) untuk diam dan memerintahkan danau untuk tenang: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (Mrk. 4:40). Kedua pertanyaan ini pasti mengejutkan para murid Yesus. Jawaban untuk pertanyaan “mengapa kamu begitu takut” tidak sulit untuk dijawab karena semua sudah tahu bahwa mereka takut binasa: “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?” (Mrk. 4:39). Namun, apa maksud pertanyaan kedua: Mengapa kamu tidak percaya? Pertanyaan lanjutan yang mungkin muncul dalam pikiran para murid adalah: Percaya apa? Percaya pada siapa? Apa hubungan antara percaya dengan takut?
Yesus menegur para murid-Nya bukan karena mereka takut, melainkan karena ketakutan mereka berlebihan. Mereka takut akan kehilangan nyawa mereka meskipun Tuhan dan Tuan mereka ada bersama mereka di perahu. Rasa takut yang berlebihan muncul ketika manusia atau seseorang memandang dirinya sebagai makhluk yang harus dapat mengatasi segala-galanya sendiri. Beberapa murid Yesus adalah nelayan yang mengenal Danau Galilea dengan baik dan mereka biasa menghadapi bahaya di danau. Namun, badai yang mereka alami pada hari penyeberangan dengan Yesus itu tampaknya sangat dahsyat (Mrk. 4:37). Sebagai nelayan yang memiliki pengalaman dan keterampilan mengatasi situasi sulit di danau, beberapa murid mungkin berpikir bahwa kalau mereka tidak mampu mengatasi situasi sulit itu, mereka akan binasa. Rasa takut akan kehilangan nyawa itulah yang membuat para murid dengan berani dan emosional menegur Yesus: “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?” (Mrk. 4:38). Teguran yang bernada berani dan emosional itu sebenarnya merupakan bukti kekurangan iman. Murid-murid memang sangat panik dan mengira bahwa Yesus, karena tidur, tidak mungkin menyelamatkan mereka. Setelah bertindak terhadap angin dan danau, Yesus menegur murid-murid-Nya: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” Ternyata, murid-murid Yesus pada dasarnya tidak terlalu berbeda dengan orang banyak yang tidak memahami siapa Yesus, meski mereka sudah diberi “misteri Kerajaan Allah” (Mrk. 4:11,34). Setelah danau kembali teduh, barulah mereka mulai memperbincangkan identitas Yesus: “Siapakah gerangan orang ini?” (Mrk. 4:41).
Yesus menghendaki para murid-Nya pandai menghadapi kesulitan-kesulitan secara dewasa, sesuai dengan status mereka sebagai “pengikut Yesus”. Ketidakdewasaan dan ketidakpercayaan para murid Yesus dulu, juga menjadi ciri khas para pengikut Yesus di masa kini. Sebagai pengikut Yesus, kita mungkin beranggapan bahwa kalau kita mengikuti Yesus, percaya kepada Yesus, menaati Yesus dan berada bersama dengan Yesus, hidup kita akan selalu tenang, tanpa bahaya. Anggapan seperti itu tentu keliru karena setiap kita berhadapan pasti dengan berbagai jenis badai dalam kehidupan ini. Ketika diterpa badai kehidupan, kita mesti tahu dan yakin bahwa Yesus punya kuasa untuk menolong kita. Bersama Yesus, badai kesengsaraan, kesedihan, tantangan, pencobaan, persoalan yang ada di hadapan kita pasti berlalu dan pasti ada jalan keluar yang terbaik. Tindakan ajaib yang dilakukan oleh Yesus di Danau Galilea mesti kita tangkap sebagai ajaran mengenai bagaimana penyelamatan manusia terwujud. Pertama, umat Yesus (kita) pasti akan diselamatkan, sebab nasib kita tidak dapat dilepaskan dari Yesus lagi. Kedua, untuk sampai kepada keselamatan, umat Yesus (kita) harus melewati badai kematian.
Kisah ini berakhir dengan semacam pujian terhadap Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan: “Angin dan danau pun taat kepada-Nya” (Mrk. 4:41). Pernyataan ini merupakan kesaksian dan ungkapan iman para murid, sekaligus merupakan undangan bagi kita untuk percaya kepada Yesus. Jalan iman kita sebagai orang Kristiani harus sama dengan jalan Yesus, yaitu melewati salib dan kebangkitan. Dengan segala kelemahan dan kerapuhan manusiawi kita yang terungkap melalui rasa cemas, takut dan panik. Marilah kita berjuang untuk melawan rasa takut dengan keyakinan bahwa bahkan dalam “tidur”pun Yesus tetap bertindak untuk menolong kita menghadapi segala jenis badai kehidupan dan menyelamatkan kita dari kebinasaan maut.
(RP. Silvester Nusa, CSsR – Dosen Universitas Katolik Weetebula, NTT)
Doa Persembahan Harian
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal:Para pendidik – Kita berdoa untuk para pendidik, semoga mereka menjadi saksi yang dapat dipercaya, mengajarkan persaudaraan daripada kompetisi dan membantu mereka yang paling muda dan rentan.
Ujud Gereja Indonesia:Optimisme dan harapan – Kita berdoa, semoga tahun baru menjadi saat rahmat, yang mendorong kita untuk optimis, percaya dan berharap, bahwa Roh Tuhan akan menuntun dan membuka mata kita untuk bisa melihat kesempatan, peluang dan jalan keluar dalam pelbagai kesulitan, masalah dan tantangan yang harus kita hadapi.
Amin