Renungan Harian Misioner
Rabu Pekan Biasa VI, 15 Februari 2023
P. S. Klaudius de la Colombiere
Kej. 8:6-13, 20-22-; Mzm. 116: 12-13,14-15,18-19; Mrk. 8:22-26
Setelah pembunuhan Yohanes Pembaptis, Yesus telah melakukan macam-macam pelayanan kepada orang-orang Galilea. Ia sadar bahwa diri-Nya sudah menjadi sangat terkenal di antara rakyat yang bersiap-siap mengangkat-Nya sebagai raja yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi. Kekesalan para pemimpin agama dan Herodes pun sudah hampir mencapai puncaknya. Namun pelayanan Yesus belum selesai. Ia tidak ingin kekacauan terjadi, maka Ia pun mengajak para murid-Nya untuk menyingkir dari Galilea, sambil terus menyiapkan mereka menghadapi saat kematian-Nya.
Pada bacaan Injil hari ini kita melihat penyembuhan di Betsaida. Satu-satunya kejadian di mana Yesus menyembuhkan secara berangsur-angsur. Ini menunjukkan bahwa tidak semua penyembuhan harus terjadi seketika. Dalam kasus tertentu kuasa ilahi dapat terjadi secara bertahap sesuai dengan pertumbuhan iman seseorang. Penyembuhan si buta ini, terjadi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, ia bisa melihat orang berjalan-jalan, tetapi tampak seperti pohon-pohon saja. Ia masih melihat orang lain secara kabur sebagai benda-benda yang bergerak saja. Baru pada tahap kedua, yang didahului oleh Yesus yang menyentuh matanya, orang itu dapat melihat segala sesuatunya dengan jelas. Tetapi apakah yang dapat dilihatnya dengan jelas itu?
Seperti sebelumnya terjadi pada penyembuhan orang tuli, Yesus membawa orang buta itu ke luar kampung, tentunya untuk menghindari pemberitaan yang berlebihan atas penyembuhan yang dilakukan-Nya (bdk. Mrk. 7:31-37). Tapi gambaran ini juga dapat menunjukkan bahwa: untuk melihat terang, manusia harus keluar dan menyingkir dari kegelapan duniawi, serta datang kepada terang. Manusia harus melakukan ‘keluaran baru’ dari perbudakan dunia yang menghalangi kita melihat dan mengenal dengan benar siapa sesungguhnya Yesus, Sang Terang itu.
Orang buta yang dibawa kepada Yesus itu melambangkan diri kita, semua murid yang mempunyai mata namun tidak melihat. Di tahap pertama, kita yang kebanyakan merasa dekat dengan Yesus dan Firman-Nya mungkin hanya merasa melihat-Nya, namun yang kita lihat sebenarnya adalah bayang-bayang semu di tengah kehidupan gelap-gulita, seperti yang dialami orang buta dalam kisah. Kita belum menyadari siapakah Yesus yang ada di hadapan kita karena penglihatan hati kita masih tertutup oleh kabut pemikiran-pemikiran menurut pemahaman kita yang bebal. Seperti para murid, pada tahap ini sesungguhnya kita masih belum mengerti siapakah Yesus yang sebenarnya (lih. Mrk. 8:21).
Pada tahap penyembuhan yang kedua barulah menunjukkan kondisi pertumbuhan rohani para murid (dan kita semua). Yesus meletakkan tangan-Nya sekali lagi ke mata orang buta itu sehingga ia sungguh-sungguh dapat melihat, sebagaimana apa yang terlihat. Imannya bertumbuh sesuai dengan apa yang ia lihat dan alami. Dalam Injil Markus, penglihatan yang dikatakan jelas oleh si buta inilah yang akan membawa kita sampai pada pengakuan bahwa Yesus adalah Mesias (Mrk. 8:29), sekalipun masih dengan pemahaman yang salah dan kurang sempurna. Tapi kita sudah dibawa pada kesadaran bahwa untuk menyembuhkan diri kita, kita harus membiarkan Tuhan berkarya atas diri kita. Markus bertujuan, menunjukkan kebutaan kita di hadapan misteri Tuhan yang tersalib itu agar supaya kita mau meminta dan memperoleh kesembuhan dari-Nya.
Penyembuhan orang buta di Betsaida ini akan menjadi sumber pengharapan seorang murid. Mengalami belas kasihan Tuhan Yesus yang menyembuhkan kita dari ketulian dan kebutaan kita harus membuat Firman-Nya mengakar dan bertumbuh dalam diri kita. Dalam iman, kita nanti dapat melihat bahwa perjalanan ke Yerusalem adalah perjalanan Yesus menuju ke kemuliaan melalui salib-Nya. Pertumbuhan iman ini membuahkan kesembuhan tuntas akan kebutaan kita seperti pada kisah Bartimeus (Mrk. 10); saat di mana kita benar-benar tahu apa yang kita butuhkan dan minta kepada-Nya. Saat itulah kita pun mampu mengakui-Nya sebagai Anak Allah yang melulu hanya mencintai dan memberi diri-Nya bagi kita.
Jadi, apakah kita menginginkan penyembuhan itu? Sudahkah kita melihat sesuatu? (ek)
(Antonius Ekahananta – Awam Katolik Pengajar Misi Evangelisasi)
Doa Persembahan Harian
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Gereja-gereja paroki – Kita berdoa semoga Gereja-Gereja paroki mengutamakan persatuan dan persaudaraan, serta berkembang menjadi komunitas orang beriman. Semoga Gereja juga terbuka bagi mereka yang paling membutuhkan bantuan.
Ujud Gereja Indonesia: Pemulihan ekonomi – Kita berdoa, semoga pemerintah dan semua elemen masyarakat saling bahu membahu dalam mengambil langkah-langkah untuk mempercepat pemulihan ekonomi, sehingga dampaknya segera nyata dan terasa bagi kesejahteraan rakyat, lebih-lebih kalangan yang miskin dan berkekurangan.
Amin