SURABAYA FRIENDSHIP: BERSAHABAT, TERLIBAT, MENJADI BERKAT

Sukacita dan kegembiraan yang luar biasa terlukis pada wajah para T-SOM’ers angkatan yang ketiga. Teen’s Shool of Mission atau Sekolah Misi Remaja kali ini bertajuk: “Surabaya Friendship – Bersahabat, Terlibat, Menjadi Berkat”. Sebanyak 80 orang peserta dari 14 keuskupan, bertemu di Surabaya, tepatnya di Griya Samadhi Resi Aloysii, Dusun Mligi, Claket, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto di Jawa Timur, pada tanggal 17 hingga 19 Februari 2023.

Perjumpaan

Perjumpaan singkat selama 2 hari ini sungguh membawa kebahagiaan yang luar biasa bagi semua peserta remaja berusia 12-16 tahun, termasuk para pendamping dan dirdios dari berbagai keuskupan yang kembali bertemu secara langsung setelah melalui pembatasan di masa pandemi selama lebih dari 2 tahun terakhir. Ada 14 keuskupan yang turut serta dalam TSOM angkatan ke-3 ini, diantaranya: Keuskupan Bandung, Keuskupan Agung Palembang, Keuskupan Pangkalpinang, Keuskupan Palangka Raya, Keuskupan Padang, Keuskupan Jayapura, Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Tanjung Selor, Keuskupan Sintang, Keuskupan Surabaya, Keuskupan Manado, Keuskupan Agung Makassar, Keuskupan Amboina, dan Keuskupan Agung Medan.

Kegembiraan tentunya sudah mulai nampak semenjak proses seleksi para remaja di masing-masing keuskupan yang dilibatkan pada kegiatan ini hingga pada perjumpaan pertama mereka pada hari H keberangkatan untuk berkumpul bersama seluruh peserta dari keuskupan lain pada satu tempat yang sama.

Bersama tim dari KKI Keuskupan Surabaya, bergabung pula 9 orang frater yang turut membantu dalam proses pendampingan para remaja, khususnya pada kegiatan tantangan outbound yang sudah tertera di jadwal kegiatan ini.

IMG20230218065407

Perjalanan dari Bandara Juanda Surabaya menuju lokasi acara ditempuh dalam waktu satu setengah jam, yang tentunya cukup melelahkan setelah melalui perjalanan baik darat maupun udara dari daerah asal masing-masing. Namun kelelahan tersebut langsung lah terbayar ketika kami tiba di tempat acara, dimana udara sejuk nan segar menyambut dengan pemandangan deret pegunungan Arjuno – Welirang nampak gagah di kejauhan, yang akan senantiasa mendampingi, diselimuti kabut tipis bertabur cahaya matahari, langsung memberi kami semangat untuk mengikuti seluruh rangkaian kegiatan ini dari awal hingga akhir.

IMG20230217132004

Dalam rentang waktu yang berdekatan, empat kloter peserta saling berjumpa di tempat ini, menjadi awal sukacita kebahagiaan yang akan menjadi momen kebersamaan dalam persahabatan. Sebagian para remaja, yang nampak menonjol terutama mereka yang laki-laki, sudah nampak membentuk “geng boyband” mereka sendiri dan nampak sangat akrab seperti kawanan lama. Sebagian lain masih nampak malu-malu dan menyesuaikan diri. Namun tidak lama dari sekarang, mereka semua akan menjadi satu kelompok besar penuh semangat yang menamakan dirinya “T-SOM 3”.

Semangat pada awal perjumpaan ini diawali dengan menyambut Tubuh dan Darah Kristus pada misa pembukaan yang dibawakan secara konselebrasi bersama 9 imam dirdios, dipimpin oleh pastor Maman dari keuskupan Bandung, secara resmi menerima kehadiran seluruh peserta dan tim pendukung acara ini.

IMG20230217164253Merefleksikan dari bacaan injil hari itu (Mrk. 8:34-38, 9:1) dalam homilinya, pastor Maman kembali mengingatkan “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (ay. 34). Pengamalan dari ayat tersebut tidaklah terjadi secara otomatis, namun harus melalui proses yang harus dibangun, yakni berani menerima tantangan dan resiko. Disampaikan pula oleh pastor bahwa untuk menjadi seorang anggota TSOM yang terpilih, ada syarat yang harus dipenuhi, yakni sehat mental, jasmani dan rohani.

IMG20230217163220Ada 3 pesan yang dititipkan oleh romo Dirnas KKI untuk disampaikan kepada para remaja T-SOM, pesan pertama yang pastor Maman sampaikan kepada para remaja adalah agar mereka dapat berada dalam program TSOM ini dengan komitmen, yang kedua adalah menjalani proses dengan penuh sukacita, dan yang ketiga adalah agar mereka mengarahkan diri pada visi TSOM itu sendiri, yakni “Remaja Katolik Hidup dalam Kristus dengan Cerdas, Tangguh, Gembira dan Misioner”. Pastor Maman menutup homilinya dengan mengatakan agar pertemuan para remaja TSOM kali ini dapat menumbuhkan kekeluargaan untuk membangun komitmen, berjalan bersama dan saling mendukung untuk menghadapi segala tantangan.

Proses Acara

IMG20230217182152Keseruan dimulai! Kak Gita dan kak Given, membuka dengan seruan selamat datang kepada seluruh peserta. Kedua kakak MC ini adalah T-SOM’ers angkatan kedua. Kami semua berkumpul di ruangan aula, dimana tempat ini akan menjadi ruang pertemuan kami pada sesi-sesi berikutnya. Semua peserta, termasuk para frater dan tim panitia melakukan perkenalan secara bergantian per kelompok keuskupan, kami mulai saling mengenali wajah setiap orang, dan memandang semuanya sebagai para sahabat.

Ketika hari mulai petang, sesi dilanjutkan dengan penjelasan umum oleh Kak Ratna, dirdios keuskupan Surabaya. Namun sebelum pengarahahan dan pembekalan akan disampaikannya, kami terlebih dahulu menyaksikan bersama sapaan virtual yang dibuat oleh Direktur Nasional Karya Kepausan Indonesia, RD. Markus Nur Widipranoto yang tidak dapat hadir bersama kami dikarenakan sedang berada di Thailand untuk pertemuan Para Dirnas Asia. Pada sapaannya, romo dirnas menyampaikan salam jumpa pada TSOM Surabaya Friendship, romo dirnas berharap agar kami para peserta TSOM dapat bersama-sama membangun persahabatan untuk semakin terlibat dan bisa menjadi berkat bagi banyak orang. “Selamat menjalani pelatihan, jadilah selalu gembira, ikuti proses dengan komitmen, tekun dan setia.” demikian disampaikan romo Dirnas KKI.

P2170218Kak Ratna mengawali pengarahan nya dengan menunjukkan sebuah gambar anak remaja yang sedang membaca seorang sendiri. Seorang remaja tersebut digambarkan sedang membaca kitab suci, sedang berefleksi atau bisa juga sedang membaca buku kecil yang sudah dibagikan kepada para peserta.

“Seorang remaja, kalau dia bermisi, dia harus berani untuk membuka diri, dia harus berani menambah pengetahuan, dia harus berani hening sejenak” seperti gambaran tadi. Dan demikian, kami semua diharapkan dapat memulai proses T-SOM#3 satu tahun kedepan ini. Kak Ratna melanjutkan dengan menyampaikan pengantar mengenai Sekolah Misi Remaja, yang akan berproses selama 12 bulan, diharapkan untuk mencetak remaja-remaja misionaris yang mampu menjadi leader bagi dirinya sendiri dan sesama dalam dinamika kehidupan remaja sehari-hari dengan semangat 2D2K (Doa Derma Kurban Kesaksian).

Mengingatkan kembali apa yang disampaikan oleh pastor Maman pada homilinya, visi dan misi yang harus dipegang oleh para TSOM’ers. Visi TSOM adalah: Remaja Katolik hidup dalam Kristus dengan gembira, cerdas, tangguh dan misioner. Sedangkan misinya adalah: mengikuti pendampingan secara intensif selama setahun, menanamkan nilai-nilai Kristiani sebagai wujud hidup dalam Kristus, melatih kreativitas dan kecerdasan intelektual, emosi, spiritual dan sosial, mendapatkan bimbingan dalam mengimani Kristus dengan tangguh dalam kebiasaan refleksi dan doa, serta membentuk remaja yang siap sedia mewartakan injil melalui 2D2K dalam hidup sehari-hari dimanapun dan dalam situasi apapun.

Kami pun didorong agar berani berkomitmen, keras terhadap diri sendiri, pantang menyerah, tidak mudah putus asa, cerdas, tangguh, gembira dan misioner. TSOM angkatan ketiga ini mempunyai 4 jadwal di dalam agenda utama, diawali dengan pertemuan perdana kali ini, Surabaya Friendship; kemudian Jogja Meeting pada 30 Juni – 8 Juli; Makassar Meeting pada 28 September – 1 Oktober; dan Padang Mission (Live In) pada 21 hingga 30 Desember 2023. Sedangkan di masing-masing keuskupan, kegiatan pertemuan akan dilaksanakan setiap bulan yang dikoordinasikan oleh dirdios setempat.

Proses dalam TSOM ini senantiasa berhubungan dengan pengalaman hidup, pengalaman iman, ajaran Gereja, Kitab Suci, dan pada akhirnya aksi serta berbagai kebaikan yang kembali menjadi pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Visi TSOM dapat dilaksanakan dalam keseharian para remaja dalam praktik hidup menggereja dan bermasyarakat, pengembangan moral Katolik, mengembangkan pengetahuan iman dan melaksakan tradisi Katolik. Lalu yang menjadi pertanyaan bagi para anggota TSOM adalah bagi siapa, mengapa, bagaimana, dimana dan kapankah “Aku bersahabat, terlibat dan menjadi berkat”? Kesemuanya itu tidak terlepas dari sifat seorang misionaris mau membuka diri untuk menampilkan dan mencari wajah Kristus yang hadir di dalam diri semua orang.

IMG20230217190314Lalu bagaimanakah teknik atau cara dalam membuat catatan harian, terutama pada 2 hari ini yang menjadi proses latihan kami dalam berefleksi dan olah diri, menyampaikan berbagai pengalaman dalam bentuk tulisan? Itulah yang disampaikan secara cukup mendalam oleh kak Tan Mariam dari BN-KKI yang berlangsung hingga beberapa saat sebelum jam makan malam.

Siapa diriku ini?

P2170222Seperti biasa, tentunya diawali dengan animasi gerak dan lagu yang menghangatkan badan kami yang tadi sempat kedinginan. Seusai makan malam di tengah dingin nya lereng gunung Welirang, sesi kami dilanjutkan dengan pengarahan dari romo Sigit Winarno SCJ, dirdios Keuskupan Agung Palembang. Dibuka dengan kitab Kejadian 1:26 yang mengatakan “Berfirmanlah Allah: ”Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.”

P2170225Dinamika malam hari yang penuh canda tawa mengajarkan kepada para remaja TSOM tentang bagaimana mencintai diri kita sebagai citra Allah sendiri yang sungguh amat baik dengan berbagai ciri khas dan keunikan kita masing-masing. “Janganlah sampai kita justru menolak diri kita sendiri. Itulah prinsip dasar yang harus kita yakini dan kita terima.” demikian dikatakan romo Sigit. Hal-hal yang berkaitan dengan penampilan fisik seringkali menjadikan kita rendah dan tidak percaya diri. Kita dituntut untuk mengembangkan diri atas segala anugerah yang telah diberikan Tuhan kepada diri kita, dan kembali pada dasar firman yang dapat menguatkan dan meyakinkan bahwa kita semua adalah citra Allah.

P2170229Dalam proses melihat dan menerima diri, romo Sigit mengajak para remaja untuk menuliskan pada secarik kertas, sebanyak-banyaknya yang kami bisa, segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki. Beberapa dari kami diminta untuk membacakan apa yang kami tulis dengan percaya diri. Dan disanalah terlihat bahwa apapun kekurangan dan kelebihan diri kita, sudah selayaknya kita semua dapat saling menerima dan melengkapi satu sama lain. Lalu kemudian kami pun diminta untuk menggambarkan diri kami dengan satu kata dan sebuah benda. Banyak jawaban-jawaban unik yang kami dengar dari teman-teman para remaja TSOM#3 ini, beberapa diantaranya menggambarkan dirinya sebagai daun mint, matahari, api dan air hujan, dengan pemaknaan uniknya masing-masing. Rupanya begitu banyak diantara mereka yang sudah sangat terbiasa untuk menyampaikan sharing nya dengan gaya unik dan menarik, sehingga begitu menarik perhatian dan menciptakan kegembiraan.

P2170230Dan kelelahan hari ini pun ditutup dengan ibadat dalam keheningan malam yang sejuk, dengan keindahan cahaya lampion lilin temaram, kami semua diajak untuk saling mendoakan satu sama lain, serta orang-orang yang kami kasihi, dan juga musuh-musuh kami. Kemudian semua peserta beristirahat setelah melalui hari yang panjang, mempersiapkan tenaga untuk keseruan acara utama di keesokan hari.

.

I’m Possible (Aku Bisa!)

IMG20230218070247Seusai ibadat pagi dan sarapan, seluruh peserta mempersiapkan diri untuk mengikuti acara utama yang sudah dinanti-nantikan, yakni outbound. Kak Andrew dari tim Surabaya, dengan ketegasannya memimpin dan mengarahkan semua hal yang perlu diperhatikan dalam sesi seru kali ini. Kami semua harus menghadapi berbagai tantangan dan games berkelompok yang harus kami selesaikan dalam waktu 3 jam. Terdapat 19 pos yang dapat kami selesaikan semua atau sebagian, yang tersebar di dalam dalam Griya Samadhi Resi Aloysii hingga ke dalam hutan pinus di jalur pendakian Pos Gunung Pundak. Tidak sabar rasanya untuk merasakan sendiri tantangan-tantangan yang ada di depan kami. Tidak lupa kami diberi ‘bekal’ sebungkus kacang, bukan untuk dimakan atau ditanam, namun untuk dihitung dan disampaikan berapa jumlahnya nanti.

Semua peserta termasuk para pendamping yang dibagi ke dalam 13 kelompok berbaris rapi di lapangan di depan Goa Maria Resi Aloysii, dibawah mentari pagi yang menyambut kami dengan hangat, menandakan kegiatan outdoor kami pada hari ini telah direstui oleh Tuhan. Bukit Pundak yang hijau telah menanti kami di kejauhan, dipenuhi dengan pohon-pohon cemara di sepanjang jalan dan pepohonan pinus tinggi menjulang di dalam hutan yang akan mendampingi sepanjang petualangan misi kami. Dan kami pun berangkat.

Sebagian kelompok memulai dengan pos-pos tantangan yang ada di dalam Griya Samadhi Resi Aloysii, sebagian lagi memilih untuk langsung berangkat mendaki menuju pos Gunung Pundak. Berbagai pos nampak ditandai dengan pita berwarna merah, menanti untuk diselesaikan satu persatu, membuktikan ketrampilan kami dalam kerja berkelompok (teamwork).

IMG20230218074124Beberapa kelompok yang berjalan bersama beberapa dirdios yang sudah terlebih dahulu berjalan ke arah atas, berjumpa dengan tim peliput yang mendapati mereka berjalan naik terus ke arah yang salah, sebagian dari mereka terpancing untuk jalan terus menanjak di jalan lurus beraspal, menghiraukan jalur pendakian yang seharusnya masuk ke hutan. Beberapa dari mereka mengeluh “mengapa tidak diberi tahu?”, namun segera didapati tim pengarah, mereka diingatkan bahwa untuk menjadi misionaris harus mau menghadapi berbagai resiko, termasuk resiko salah jalan, dan di dalam perjalanan misi, kita pun bertemu dengan orang-orang asing yang dapat kita ajak berbicara, bertatap muka, dan saling berbagi informasi. Justru tim panitia sengaja untuk tidak memberitahukan jalan, selain dari peta yang sudah diberikan di awal pengarahan tadi, yang jika diperharikan dengan “cerdas” dan seksama, maka tidak akan salah jalan. Maka dari itu kembali kami semua diingatkan akan: “Cerdas, Tangguh, Gembira dan Misioner”

Ketika meninggalkan Griya Aloysii untuk menuju ke hutan, kami melihat sebagian kelompok sudah nampak mulai berbasah-basahan dalam beberapa permainan yang mengharuskan mereka bersentuhan dengan air dan tepung bedak, ada juga permainan yang mengharuskan mereka untuk menyentuh benda-benda tak lazim yang menggelikan, lembek-lembek, hingga serangga yang tidak mereka ketahui, di dalam sebuah kotak misterius, menjadi tantangan tersendiri untuk mengawali perjalanan panjang misi outbound ini. Permainan-permainan di pos-pos berikutnya sudah tampak menunggu dan menantang kami semua untuk menghadapinya.

IMG20230218074712Beralih ke pintu masuk hutan, terpampang dengan jelas “Pos pendakian Puthuk Siwur dan Gunung Pundak, disinilah titik tempat sebagian kelompok mengalami salah jalan sehingga harus kembali setelah berjalan lurus ke atas melalui jalan aspal yang nyaman. Sesekali memang sebagai misionaris kita harus keluar dari kenyamanan, mau memilih jalan yang sulit dan tampak tidak mungkin, karena justru disitulah jalan misi yang harus dilalui. Segera setelah masuk di gerbang jalur pendakian, suatu perasaan yang luar biasa menyelimuti kami, sungguh indah segala ciptaan-Nya yang kami saksikan di depan mata. Hijaunya semak dan berbagai macam pepohonan dengan jalanan tanah berbatu, menuntun kami untuk terus jalan menurun dan menanjak, untuk menemui pos-pos permainan yang menanti kami. Sesekali kami tidak dapat menahan diri untuk mengambil foto bersama indahnya alam dengan indahnya pegunungan di latar. Sangat beruntung pagi hari ini cerah dan sejuk, menambah kesegaran nafas dan tenaga semangat untuk terus mendaki.

IMG20230218075334Pos-pos awal mulai kami temui, nampak wajah-wajah frater yang sudah kami kenal menunggui pos tersebut, menantikan kelompok kami untuk mampir dan bermain disana. Pada setiap awal permainan di masing-masing pos, semua kelompok diminta untuk mengumandangkan yel-yel yang sudah dipersiapkan sebelumnya, barulah setelah itu frater menjelaskan tantangan apa yang harus kami laksanakan. Permainan puzzle cari kata, jaring laba-laba, memindahkan kelereng dengan sendok, makan ‘menu’ pilihan, mengangkat teman dengan karung, hingga transfer bola dengan menggunakan kertas menanti pada masing-masing lokasi yang tidak terlalu berjauhan namun harus dilalui dengan jalan tanjak yang cukup menguras tenaga. Sesekali para remaja di kelompok-kelompok nampak bersistirahat untuk menarik nafas, dan kembali bersemangat untuk melanjutkan perjalanan. Nyaris menuju titik pos paling puncak, kesetiakawanan dan solidaritas kami semua diuji, kak Given nampak terkapar di tengah jalan dan kelihatan kesulitan untuk berdiri, ada bekas noda tanah di kaki dan celana nya, sepertinya dia terpeleset! Ada sebagian dari kami yang hanya melaluinya, menganggapnya baik-baik saja dan bisa dilewati, ada pula yang menawarkan koyo, ada juga yang sekedar bertanya ‘apakah kakak baik-baik saja?’ lalu tetap melanjutkan perjalanan. Namun akhirnya ada juga sekelompok remaja baik hati yang berusaha menolong dan membantu kak Given untuk berdiri dan berusaha membopongnya untuk dibawa ke tempat aman, tanpa menghiraukan lagi misi yang harus mereka buru di depan. Disinilah letak pelajaran pentingnya, seperti yang tercantum di dalam kisah injil Lukas 10:25-37, dalam bermisi terkadang kita sering pula dihadapkan pada situasi “Orang Samaria yang murah hati”, tidak melulu kita menjadi orang yang dilayani dan menerima kemurahan, namun terutama kitalah yang harus bermurah hati dan menawarkan pertolongan bagi siapapun yang kita jumpai di jalan. Dalam berbagai permainan di pos-pos yang lain pun, kami dituntut untuk saling bekerjasama, berbelarasa, tidak menonjolkan atau mementingkan diri, serta rela dan mau untuk menempati posisi sulit, alias rela berkorban.

Perjalanan ke puncak gunung nampak masih jauh untuk bisa dijelajahi, sepanjang pandangan mata masih nampak pepohonan pinus dan semak semakin lebat di sekeliling jalur. Namun waktu sudah menunjukkan hampir pukul 10 pagi, dan kabut sudah nampak mulai turun menyelimuti. Kami semua harus kembali turun ke bawah dan berkumpul di Griya Resi Aloysii. Setibanya di lapangan depan goa Maria, nampak pistol air warna warni sudah berderet berjajar, kami mulai sadar bahwa kami semua akan berbasah-basahan. Kembali kami bersatu dalam kelompok dan dipersenjatai dengan pistol air tadi, kepala kelompok dipasangi bulatan kertas yang harus mereka lindungi dan sebaliknya mereka harus berusaha menyerang milik kelompok lain. Tak lama setelah hitungan ketiga, keramaian luar biasa terjadi. Pemandangan sangat riuh, tembakan-tembakan air disana-sini bercampur dengan kilatan awan asap putih dari tepung bedak disana sini, ditambah dengan semprotan besar dari selang air, yang sekalian membuat mereka semua basah kuyup dan dekil total! Berakhir dengan semua kertas di kepala hancur tertembak dan semua peserta dan pendamping lusuh basah dekil seperti baru pulang dari medan perang. Wajah ceria penuh puas bahagia terpancar di semua orang saat itu! Tidak peduli dengan dingin nya udara, dengan celana baju kaki hingga kepala basah semua, mereka langsung terjun ke kolam renang dan bermain air disana. Hitung-hitung sekalian membersihkan diri. Kolam renang penuh keceriaan dan air kolamnya nampak semakin riuh dan keruh oleh kebahagiaan yang tak terlukiskan. Ya, kami semua sudah menjadi satu keluarga!

Pemaknaan

Usai bebersih diri dan sedikit menunda kelaparan, sesi dilanjutkan dengan pemaknaan I’m Possible dari misi yang baru kami jalani tadi. Kak Ratna menjelaskan dengan detil makna dan tujuan dari masing-masing pos permainan dan membuat kami paham bahwa tujuan utama dari kesemuanya itu bukanlah menang dan kalah dari jumlah yang dicapai, namun lebih kepada cara bekerjasama dalam kelompok, bagaimana saling mendukung, menempatkan diri sendiri dan orang lain, serta strategi dalam menjalani suatu proses tanpa putus asa. Dan semuanya itu tanpa disadari telah membawa kami semua ke dalam perasaan baur sebagai satu keluarga TSOM yang dituntut untuk cerdas, tangguh, gembira dan misioner.

Seusai makan siang, semua peserta diberi kesempatan untuk mengerjakan tugas wajib mereka. Setiap kelompok diberi waktu untuk membuat refleksi penampilan untuk malam hari nanti, dan masing-masing peserta juga diminta untuk menuliskan sharing pengalaman mereka ke dalam buku kerja yang sudah mereka miliki. Torehan pena ke atas kertas, diiringi dengan canda ria dalam masing-masing kelompok, mengisi kenangan mereka yang tak terlupakan selama 2 hari yang bahagia ini.

Sore hari ini hujan sangat deras, sangat bertolak belakang dengan cuaca pagi hingga siang hari tadi. Sungguh beruntung kami sudah berada di wisma dalam kehangatan, dengan sajian makanan dan minuman hangat yang senantiasa mengisi kembali tenaga kami untuk melanjutkan sesi-sesi terakhir.

Misa dimulai dalam suasana rintikan hujan, kembali dibawakan secara konselebrasi bersama 10 imam dirdios, dan dipimpin oleh Rm. Martinus Nule, SVD, dirdios Keuskupan Agung Medan. “Salah satu tuntutan Tuhan bagi kita adalah mengampuni,” demikian yang disampaikan oleh pastor Nule pada sapaan pembukaan, mengajak para peserta untuk kembali membuka sebuah halaman pada buku kerja TSOM3. “Visi, pengampunan akan terwujud kalau kita sebagai murid-murid Kristus hendaknya menyatakan ungkapan kasih kita kepada Allah dan kepada sesama dengan mewujudkan visi kita sebagai anggota TSOM” demikian pula seperti yang dibacakannya di halaman 35 pada buku tersebut, dan mendorong para remaja untuk siap dan memiliki semangat seperti Allah, Bapa yang mengampuni dan memiliki hati yang rahim, sehingga harapannya adalah semoga kita sempurna, seperti Allah sempurna. Dan pastor pun mengajak para remaja untuk mempersiapkan diri dalam mebarui komitmen misioner kita semua.

IMG20230218175551

Empat pesan

Homili dibawakan oleh RP. Hiasinthus Ikun,CMF, dirdios Keuskupan Palangka Raya. Ada empat pesan yang disampaikannya. Yang pertama adalah bahwa Kitab Imamat dan juga bacaan Injil hari tesebut, menggugat kita tentang bagaimana membentuk hati, kekuatan hati adalah kekuatan untuk mengasihi, yang merupakan suatu gerakan pembaharuan hati bagi para remaja T-SOM ketika dunia ini dirongrong, digerogoti oleh penyakit AIDS (angkuh iri dengki dan serakah) yang juga sedang merambat di kalangan Gereja dan kita sebagai orang Katolik. Maka dari itu remaja Katolik juga dipersiapkan untuk membinasakan penyakit AIDS dengan cara gerakan hati.

IMG20230218172326Pesan kedua adalah mengapa kita harus mengolah batin kita, adalah karena kita semua baik adanya. Dimana Allah menyimpan diri-Nya, rencana-Nya, bahkan misi-Nya di dalam diri kita masing-masing, yang oleh karenanya kita dipersiapkan agar supaya Bait Allah ini ditata, dihias, didekorasi secara baik oleh para remaja yang dipilih secara khusus dari berbagai keuskupan yang kini telah memasuki angkatan ketiga ini. Pastor Sinthus juga mengingatkan bahwa romo dirnas pernah mengatakan bahwa TSOM ini adalah Kopassus nya generasi Katolik, yang tidak hanya cerdas, namun juga memiliki iman yang militan dan kreatif dalam bermisi, yang mana telah tercermin dalam kegiatan aktifitas yang dilakukan sejak pagi tadi.

Namun amat disayangkan dan menjadi kesulitan tersendiri adalah dalam memperkenalkan dan menggaungkan gerakan T-SOM kepada sesama rekan imam dan bapa uskup di keuskupan dan paroki dimana gerakan sekolah misi remaja ini berawal.

Pesan ketiga yang disampaikannya adalah bahwa misi adalah gerakan kasih. Keluar untuk bermisi, dengan suatu gerakan remaja untuk menyentuh situasi yang baru. Misi adalah dorongan kasih untuk keluar dari diri, dan kita semua para remaja dipersiapkan untuk keluar dari diri. “Caritas Christi Urget Nos“: “Kasih Kristus Yang Mendorong Kita!”, seperti dikatakan oleh rasul Paulus. Mendorong para remaja supaya jangan pernah murung dan selalu semangat.

Pesan terakhirnya adalah bahwa dunia saat ini dipenuhi dengan permusuhan dan saling membenci. Yesus mengajarkan kita semua untuk tidak beriman pas-pasan, namun iman kita harus bergerak lebih. “Kalau diajak berjalan 1 mil, jalanlah 2 mil. Kalau ada yang meminta baju, kasih jubah. Kalau ada yang nampar pipi kanan, kasih pipi kiri. Tumbuk di perut, kasih belakang.” Remaja Katolik, bukanlah remaja dengan iman yang pas-pasan, dan selalu dituntut untuk berbuat lebih agar supaya mencapai kesempurnaan, karena Bapa di surga itu sempurna adanya. Keluar dari lingkaran puas diri dan maju kepada kesempurnaan. Maka dengan demikian, kita harus berani membangun persekutuan, keakraban, kekuatan dengan mengambil semangat Gereja Katolik yang satu, kudus dan apostolik. Dan dengan demikian remaja Katolik bukan membangun permusuhan, karena remaja Katolik tidak boleh memiliki musuh, seperti Yesus yang menghendaki kita agar tidak memiliki musuh. Maka misi kita adalah misi untuk tidak memiliki musuh.

Peneguhan

Seusai misa, dikarenakan cuaca masih turun hujan deras, maka kegiatan dilanjutkan di ruangan yang sama. Kembali bersama romo Sigit, pada awal sesi ditampilkan tayangan napak tilas kegiatan apa saja yang sudah dilaksanakan oleh kami semua sejak kemarin. Membawa kenangan manis yang tentunya kami semua setuju apabila berkesempatan untuk mengulanginya kembali. Romo juga mengingatkan kembali akan visi TSOM, yang dimaklumi belum terhafal oleh para peserta pada perjumpaan pertama ini. Diingatkan pula bahwa TSOM angkatan ketiga memiliki jadwal kegiatan hingga satu tahun kedepan. Dan di dalam rentang waktu tersebut, misi yang harus dilakukan bukan hanya pada saat pertemuan-pertemuan seperti saat ini, namun misi itu adalah gerakan setiap hari, kapanpun dan dimanapun. Para remaja kemudian diajak untuk menjawab pertanyaan kepada diri masing-masing, apa yang kami rasakan dan pelajari sampai titik ini? Empat remaja yang nampak telah cukup lelah memberanikan diri untuk menyampaikan perasaan dan pengalamannya, diikuti dengan dua orang pendamping yang juga menyampaikan pengalaman yang dirasakan. Mereka semua merasakan kebahagiaan dan sukacita dalam pengalaman pertemuan ini, dapat berinteraksi dengan teman-teman baru, dikatakan oleh salah satu dari mereka juga bahwa baru kali ini ia menaruh hati nya pada sebuah acara, serta pengalaman luar biasa ketika mendaraskan rosario sambil mendaki gunung. Materi ‘siapa diriku?’ juga telah membawa mentalitas baru yang menyadarkan untuk mencintai diri sendiri dengan berbagai kekurangan dan kelebihan, dan pada akhirnya berubah menjadi rasa percaya diri. Rasa haru pun tak tertahankan ketika seorang kakak pendamping mendapatkan kesempatan untuk pertama kalinya mendampingi para remaja, yang menjadi kesempatan dalam hidup untuk memberikan pelayan yang lebih dalam persaudaraan. Ketakutan-ketakutan yang berakar dari trauma pun berhasil dihadapi dengan dukungan dari teman-teman dan pendamping. Romo Yuyun, dirdios Keuskupan Agung Semarang juga menyampaikan bahwa ini dalah pengalaman pertamanya menjadi “supir” – mengantar anak-anak. Dikatakannya bahwa itu merupakan pengalaman yang ngeri-ngeri sedap karena harus membawa anak orang yang dititipkan kepadanya, dimana  itupun telah melatih dirinya untuk bertanggungjawab dan lebih bersabar saat berkendara di jalan.

IMG20230218183225Romo Sigit melanjutkan dengan mencatatkan bahwa proses TSOM ini adalah bagaimana para remaja ini harus bertanggungjawab untuk meng-upgrade dirinya, naik level. Pertama-tama dengan mengenal dan menilai diri kita sendiri. Yang kedua kita semua diajak untuk tetap belajar, melalui pengalaman, melalui masukan dari orang lain, melalui belajar dan menuliskan refleksi, serta melalui perjumpaan dengan teman-teman. Kita pun diajak untuk bergabung dengan lingkaran (circle) pertemanan dan networking yang mendukung tujuan kita, yakni lingkaran pertemanan TSOM yang memiliki visi dan misi yang sama. Romo Sigit mengajak juga para remaja untuk menantang diri dalam mempelajari skill yang baru, serta hobi yang produktif. Ingatlah bahwa upgrade diri bukan terutama berfokus pada hasil, melainkan prosesnya. Artinya, ketika kita mau mengembangkan komitmen untuk mengembangkan diri, kita harus siap untuk menjalani proses itu bersama Tuhan, proses sepanjang umur hidup kita.

Namun romo Sigit menyayangkan, bahwa dalam pengalaman proses berjalannya TSOM angkatan kesatu dan kedua, dalam perjalanannya hampir selalu ada yang gugur di tengah jalan dengan berbagai macam alasan dan peristiwa. Maka dibutuhkan komitmen untuk bertahan, mau dan mampu berjuang melampaui diri sendiri. Para pendaping pun diharapkan untuk terus membantu para remaja TSOM dalam proses dan komitmen ini. Semoga pertemuan awal selama tiga hari dua malam ini sungguh-sungguh menjadi langkah awal yang baik untuk proses berikutnya, baik di keuskupan masing-masing, maupun pada perjumpaan berikutnya di Semarang, Makassar dan Mentawai.

Garam dan Terang

Hujan terus berlanjut, suasana dingin menyelimuti kami semua yang masih bersemangat dalam kehangatan kebersamaan. Seusai makan malam, tiba waktunya untuk penampilan13 kelompok peserta dan pendamping yang sudah dipersiapkan sejak siang tadi. Sesi kali ini dibawakan oleh RD. Marson Reynold Pungis dari Keuskupan Manado bersama dengan tim nya yang tentu sudah sangat lihai dalam membawakan animasi yang menarik bagi para remaja. Secara bergantian ketiga belas kelompok menampilkan performa panggung nya dengan segala bentuk keceriaan dan keseruannya masing-masing yang unik. Menjadi perhatian pada masing-masing remaja bahwa setiap dari mereka memiili bakat yang berbeda-beda, ada yang sangat aktif menari, ada yang bersuara indah layaknya penyanyi professional, ada pula yang pandai akting, melawak dan berpantun. Momen kebersamaan ini menjadi saat-saat terakhir yang tidak mungkin kami lupakan sebelum kami berpisah esok hari.

Malam pun semakin larut, diluar masih hujan dan waktu sudah menunjukkan pukul 21:30, waktunya untuk ibadat malam: Garam dan Terang. Masih dibawakan oleh pastor Marson, dalam suasana yang hening, tenang dan bersahaja, di tengah kegelapan malam, ditemani cahaya lampion dan lilin, bersama-sama kami berdoa malam, berefleksi bersama. Kami semua diajak untuk memejamkan mata, kemudian membayangkan sebuah situasi saat pulang ke rumah, namun dalam suasana berkabung, dimana kami melihat diri kami telah dipanggil Tuhan, tidak bisa lagi bertemu, bersentuhan dan berinteraksi dengan orang-orang yang kami kasihi. Semakin kami meratap, semakin kami menyesali bahwa segala kelakuan kami, terutama di dalam keluarga, seringkali mengecewakan orang tua, kakak, adik dan saudara-saudara kita. Namun disanalah Tuhan menggenggam tangan kami, mengajak kami berbicara dan Dia bertanya, “apakah kamu mau berubah?” Hampir semua dari kami menjawab di dalam hati dengan untaian tetes air mata. Tak lama kemudian Tuhan kembali berkata, “Aku akan memberi waktu mu kembali, Aku memberimu kesempatan untuk berubah.”

IMG20230218211509

Ibadat pun diakhiri dengan perasaan lega pada diri kami semua, besok kami akan pulang dan berjumpa kembali dengan keluarga dan semua orang yang kami kasihi di tempat asal kami. Perjumpaan awal TSOM ini telah membawa kami untuk mau berubah, mau keluar dari mentalitas diri yang salah, mental yang kekanak-kanakan, kami para remaja TSOM sudah siap untuk bermisi, membawa segala kebaikan bagi semua orang.

Pertemuan Surabaya Friendship yang singkat kali ini sudah selesai. Namun ini bukanlah akhir, namun baru sebuah awal dalam proses pembelajaran misi remaja TSOM angkatan ketiga. Sampai jumpa di pertemuan berikutnya. Tuhan memberkati!

(Adrian Santoso – BNKKI)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s