Renungan Harian Misioner
Minggu Prapaskah IV, 19 Maret 2023
1Sam. 16:1b,6-7,10-13a; Ef. 5:8-14; Yoh. 9:1-41
Terkasih sahabat misioner,
Kita memasuki Minggu Prapaskah IV. Minggu ke-4 Prapaskah ini sering disebut juga Minggu Laetare (bhs. Latin) atau Minggu Sukacita. Bagaimana bisa disebut sukacita, padahal di masa Praskah justru diserukan pertobatan dan keprihatinan? Sukacita di sini adalah penghiburan dan penguatan Allah. Artinya adalah bahwa sukacita itu lahir dari Allah, dibuat dan dihadirkan oleh Allah dalam hati, diri dan hidup kita. Koq bisa? Ya, bisa! Karena kita menggunakan “mata Allah”! Kalau kita memakai mata Allah dalam melihat sesuatu, melihat seseorang, melihat peristiwa, yang muncul adalah sukacita.
“Mata Allah”… hhmmm … apalagiiii ini?! Tambah sulit dan rumit saja! Engga, engga sulit. Gampang saja. Ingat Kitab Samuel yang menjadi bacaan pertama pada misa hari ini, “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat (mata) Allah. Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi (mata) Tuhan melihat hati.” Kita manusia memang sering mudah menilai dan hanya terpesona dengan melihat yang tampak di depan mata, sisi luar saja, seperti terpikat saat memandang kemasan barang yang bagus padahal dalamnya jelek; wajah cantik atau ganteng cakep padahal matre dan sikap hatinya culas; tampilan yang keren padahal isinya buruk; dsb.
Naahh, itu seperti kisah Samuel yang datang kepada Isai ketika Samuel mau mencari calon raja pengganti Saul. Isai menghadapkan anak-anaknya yang berparas elok dan berperawakan gagah, yaitu Eliab dan keenam adiknya. Tetapi, semuanya ditolak dan Tuhan mengatakan, “Janganlah terpancang pada paras atau perawakan yang tinggi sebab Aku telah menolaknya.” Samuel kemudian melanjutkan kata-katanya, “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat (mata) Allah. Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi (mata) Tuhan melihat hati.”
Demikian juga yang dikisahkan Injil hari ini. Orang-orang hanya melihat sisi luar kemudian dengan gampang menilainya. Seperti diungkapkan murid-murid Yesus ketika melihat orang buta sejak lahir, “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Orang-orang lain mengatakan tentang orang buta itu juga, “Bukankah dia ini yang selalu mengemis?” Orang-orang Farisi bahkan menilai Yesus hanya dari penglihatan luar saja, “Orang ini tidak datang dari Allah sebab Ia tidak memelihara hari Sabat.” Orang-orang Farisi juga mengintimidasi orang yang buta sejak lahir yang disembuhkan Yesus dengan memerintahkan, “Katakanlah kebenaran di hadapan Allah: kami tahu bahwa orang itu orang berdosa.” Mereka masih mengatakan lagi, “Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa, dan engkau hendak mengajar kami?”
Begitulah kesaksian Perjanjian Lama dan Injil bahwa mata manusia hanya melihat yang kasat mata, sisi luar saja, sementara mata Allah melihat hati, sisi dalam manusia. Apa pun rupa dan wujud luar manusia, Allah tetap mencintainya. Dalam pengalaman sehari-hari ditunjukkan bahwa kita memang mudah melihat dan menilai dari sisi luar. Kita sibuk mengurusi dan menilai orang lain, siapa pun mereka. Jarang melihat kedalaman hati dan menilai diri sendiri. Kita mudah meributkan urusan orang lain bahkan dalam urusan-urusan privat mereka. Kita mudah kepo urusan orang dan kemudian cepat-cepat menilai seolah-olah pendapat kita yang paling benar. Kita sibuk menilai orang lain hanya dengan melihat sisi luarnya. Bahkan sering memasalahkan kebaikan-kebaikan yang dilakukan orang lain. Kita juga sering tidak peduli dan tidak percaya akan kebaikan Allah dalam hidup kita. Kita kerap mencampuri urusan orang lain, tetapi jarang bercermin diri. Sikap-sikap seperti inilah yang membuat kita mudah dengki dan tidak gampang bersukacita.
Mata Allah adalah mata kasih, tatapan penuh cinta, penuh pengampunan, dan hanya mengharapkan yang terbaik bagi manusia kesayangan-Nya. Dengan mata Allah, kita hanya akan mengharapkan kebaikan, kedamaian dan kasih yang memenuhi orang lain. Oleh karena itu, marilah kita belajar melihat dengan “mata Allah”. Ini akan membuahkan damai dan sukacita.***NW
(RD. M. Nur Widipranoto – Direktur Nasional Karya Kepausan Indonesia)
Doa Persembahan Harian
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal:Para korban pelecehan – Kita berdoa untuk mereka yang menjadi korban tindak pelecehan kekerasan oleh anggota-anggota Gereja, semoga mereka mendapatkan bantuan konkret dari dalam Gereja sendiri atas kesakitan dan penderitaannya.
Ujud Gereja Indonesia: Menggereja dengan perjumpaan – Kita berdoa, semoga warga gereja bangkit untuk hadir dan aktif secara fisik dalam ibadat-ibadat gerejani dan perayaan Ekaristi, sehingga hidup menggereja dapat dihayati sebagai perjumpaan, kehadiran, dan persaudaraan sosial yang nyata.
Amin