Renungan Harian Misioner
Sabtu Pekan Prapaskah III, 18 Maret 2023
P. S. Sirilius dr Yerusalem
Hos. 6:1-6; Mzm. 51:3-4,18-19,20-21b; Luk. 18:9-14
Dalam bacaan Injil yang kita renungkan hari ini Tuhan Yesus menyampaikan perumpamaan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain. Dikisahkan dalam perumpamaan itu, ada dua orang yang sedang berdoa: yang satu adalah orang Farisi (yang menganggap dirinya paling benar) dan yang lain adalah pemungut cukai (yang oleh masyarakat dicap sebagai pendosa besar). Dalam doanya orang Farisi menyampaikan kepada Allah bahwa dirinya adalah orang benar (bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina dan bukan pemungut cukai). Ia juga menyampaikan bahwa dirinya mengikuti hukum agama dengan setia (berpuasa dua kali seminggu, memberikan sepersepuluh dari segala penghasilannya). Di akhir perumpamaan, Yesus menyatakan bahwa orang ini tidak dibenarkan oleh Allah karena ia meninggikan dirinya di hadapan Allah dan sesamanya. Sedangkan pemungut cukai yang dengan rendah hati mengakui dosanya dan mohon belas kasih Allah dibenarkan oleh Yesus.
Perumpamaan itu bisa menjadi cermin bagi kita masing-masing: dalam doa harianku, aku bersikap seperti orang Farisi itu atau seperti bersikap seperti pemungut cukai? Dengan perumpamaan itu Yesus mau menyampaikan kepada para murid-Nya bahwa sikap doa yang benar adalah mengakui di hadapan Allah bahwa diri kita ini pendosa dan dengan rendah hati mohon pengampunan-Nya. Dalam Kitab Mazmur, sikap hati seperti ini diungkapkan dengan istilah “hati yang remuk redam” : “Persembahan kepada-Mu ialah jiwa yang hancur; hati yang remuk redam tidak akan Kaupandang hina, ya Allah” (Mazmur 51:19). Doa yang benar kepada Allah bukanlah untuk memamerkan diri tentang kebaikan-kebaikan yang telah kita lakukan karena Allah telah mengetahui semuanya itu. Kalau kita mampu berbuat baik, kita juga harus tetap rendah hati karena semua itu bisa terjadi hanya karena berkat dari Allah. Tanpa bantuan Allah kita tidak bisa berbuat apa-apa (Lih. Yoh. 15: 5).
Pada akhir perumpamaan itu, Yesus mengatakan, “Barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan.” Sabda ini mengundang kita untuk senantiasa bersikap rendah hati, baik rendah hati di depan Allah maupun di hadapan sesama. Ajaran Yesus ini bersifat universal, dalam arti berlaku bukan hanya berlaku bagi kita umat kristiani tapi berlaku juga bagi masyarakat secara umum. Di tengah masyarakat orang-orang yang rendah hati biasanya dihormati, orang yang menyombongkan diri dicemooh dan dijauhi.
Dalam masa Prapaskah ini mari kita kembangkan dalam diri kita keutamaan kerendahan hati agar hidup kita berkenan kepada Allah dan kepada sesama.
(RP. Yakobus Sriyatmoko, SX – Magister Novis Serikat Xaverian di Wisma Xaverian Bintaro, Tangerang)
Doa Persembahan Harian
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal:Para korban pelecehan – Kita berdoa untuk mereka yang menjadi korban tindak pelecehan kekerasan oleh anggota-anggota Gereja, semoga mereka mendapatkan bantuan konkret dari dalam Gereja sendiri atas kesakitan dan penderitaannya.
Ujud Gereja Indonesia: Menggereja dengan perjumpaan – Kita berdoa, semoga warga gereja bangkit untuk hadir dan aktif secara fisik dalam ibadat-ibadat gerejani dan perayaan Ekaristi, sehingga hidup menggereja dapat dihayati sebagai perjumpaan, kehadiran, dan persaudaraan sosial yang nyata.
Amin