Sakramen Ekaristi

Renungan Harian Misioner
Rabu Oktaf Paskah, 12 April 2023
P. S. Yulius I

Kis 3:1-10; Mzm 105:1-2.3-4.6-7.8-9; Luk 24:13-35

Ada suatu tanda, yang menunjukkan adanya “murid atau semangat Kristus” di hampir seluruh dunia, yaitu “tanda salib”. Palang Merah adalah tanda kasih-sayang manusia bagi orang sakit dan mereka yang menderita. Bendera Kuning adalah sarana untuk menunjukkan kedutaan Vatikan. Merah-Putih adalah ‘tanda dan sarana yang memperlihatkan kepentingan atau kesebelasan Indonesia”. Batik menjadi “tanda Nusantara”. Dalam warna-dasar itulah kita mengenali murid-murid Kristus.

Mat. 25:31-46 memperlihatkan ciri penting, yang menandai hadirnya murid Kristus: yaitu “berbagi makanan, pakaian, kebaikan dst dengan orang lain”. Cinta kasih satu sama lain; terutama yang paling membutuhkan: itulah tanda yang penting sekali; bahkan berharga. Selain itu, dalam seluruh hidup Kristus selama sekitar tiga tahun dengan umat manusia pada umumnya, Guru Nasaret itu berkali-kali meringankan beban orang-orang di sekitar-Nya: ya karena membangkitkan orang mati, ya seringnya menyembuhkan sakit, ya dengan menghibur yang berduka, dsb. Ia bahkan memberi makan banyak orang; atau makan bersama keluarga tertentu. Itulah juga yang menunjukkan, bagaimana Yesus menghayati persatuan-Nya dengan masyarakat manusia; karena di mana-mana di seluruh dunia, “makan bersama” itu menjadi “tanda dan sarana diungkapkannya cinta persaudaraan dan persahabatan yang benar akrab”.

Kis. 3:1-10 adalah bacaan berharga, yang memperlihatkan, bagaimana para murid Kristus mengikuti jejak Sang Guru dan secara terang-terangan mengakui kemuridan itu. Ketika ada orang yang meminta bantuan Simon Petrus dan kawan-kawannya, mereka mengaku, bahwa tidak dapat memberi apa-apa, selain “iman kepada Guru Nasaret”. Atas dasar iman itulah mereka mau berbuat baik kepada sesamanya; caranya tidak banyak berbeda dengan Tuhan Yesus. Sebagaimana Ia menyembuhkan orang sakit, demikian pula mereka menyembuhkan orang sakit; karena iman kepada Sang Penebus, yang menjadi Junjungan mereka dan dipercayai. Begitulah mereka mewartakan iman mereka dengan tindakan “dalam Nama Seri Yesus, Sang Pembawa Pemulihan Hidup Manusia”.

Sementara itu, Injil Luk. 24: 13-35 memberi “tanda dan sarana” lebih lanjut, yang masih lebih istimewa memperlihatkan bahwa mereka adalah paguyuban murid Kristus. Padahal, mereka dalam keadaan sedih, karena ditinggalkan Guru mereka; sambil menyadari, betapa musuh-musuh mereka bisa mengancam hidup mereka, seperti membinasakan Guru mereka juga. Apalagi, berita mengenai pembunuhan di Salib itu sudah menyebar ke sana ke mari. Betapa mereka susah dan mau segera meninggalkan Yerusalem. Tujuannya ya pergi ke tempat, yang dianggapnya aman, seperti Emaus. Dalam rasa duka cita itu, mereka berbagi perasaan dan memusatkan budi dan hati kepada Peristiwa Golgota. Oleh sebab itu, heranlah mereka bahwa ada ‘orang asing’, yang sepertinya tidak mengetahui ‘peristiwa besar, yang mengerikan itu’. Oleh sebab itu, walau tidak suka, mereka menceritakan masalahnya kepada ‘orang asing’ Mereka bahkan kurang sadar, betapa orang asing itu tidak mau mengerti kesedihan mereka; bahkan memaparkan ‘analisis yang amat berbeda dengan seluruh pengalaman mereka yang menyedihkan itu’. Namun, rupanya mulai terjalin hubungan-baik antara mereka. Buahnya adalah bahwa mereka menjadi ramah satu sama lain, serta memperlihatkannya dengan mengajak makan-minum bersama, sebagaimana tentunya biasa terjadi apabila orang habis jalan bersama lalu mau pisah. Di situlah terjadi Peristiwa, yang memperlihatkan “TANDA DAN SARANA KRISTUS”. Sebab, waktu makan bersama, sebagaimana diperlihatkan Lukas, maka ‘ORANG ASING ITU MELAKUKAN TANDA DAN SARANA YANG KHAS YESUS” : yaitu “memegang roti dan piala, dan seterusnya…” yang mereka tahu, “SAKRAMEN KHAS YESUS”. Betapa Tuhan menegaskan “tanda dan sarana khas-Nya” kepada Gereja sejak dini sekali.

Refleksi kita: apakah sekarang ini, “melihat tanda dan sarana itu sudah sepenuhnya membuka mata hati kita kepada Sang Penebus”? Hal itu, sekarang menjadi SAKRAMEN EKARISTI kita di seluruh dunia dan segala masa. Cukup dengan memandangnya; bahkan ketika Yesus lalu tidak terpandang oleh mata mereka pun: iman mereka dikuatkan bahwa “INILAH SAKRAMEN TUBUH DAN DARAH TUHAN”. Marilah kita berdoa: “Jiwa Kristus… Tubuh Kristus… Darah Kristus… Syukur pada-Mu.”

(RP. B.S. Mardiatmadja, SJ – Dosen STF Driyarkara)

Doa Persembahan Harian

Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.

Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:

Ujud Gereja Universal: Budaya perdamaian dan tindak non-kekerasan – Kita berdoa, semoga makin subur dan berkembanglah kedamaian dan budaya non kekerasan, yang dibarengi dengan upaya mengurangi penggunaan senjata baik oleh negara-negara maupun warganya.

Ujud Gereja Indonesia: Kepercayaan diri kaum muda – Kita berdoa, semoga kaum muda sadar, bahwa keasyikannya dengan dunia digital dan fasilitas online bisa membuat mereka terisolasi dalam dunianya sendiri; semoga mereka dianugerahi keberanian untuk menemukan kembali rasa percaya diri dan kemauan untuk memperluas relasi dan pergaulannya juga di dunia offline.

 Amin

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s