Renungan Harian Misioner
Jumat Pekan Paskah II, 21 April 2023
P. S. Anselmus
Kis. 5:34-42; Mzm. 27:1,4,13-14; Yoh. 6:1-15
Peristiwa memberi makan kepada lima ribu orang, merupakan satu-satunya mukjizat yang dikisahkan di dalam keempat Injil. Dalam Injil Sinoptik dijelaskan berkaitan dengan kisah pembunuhan Yohanes Pembaptis, namun dalam Injil Yohanes tidak disebutkan. Yohanes ingin mengajar kepada pembaca bahwa Yesus adalah pemberi makanan Ilahi. Ada latar belakang Paskah Perjanjian Lama disebutkan untuk mempersiapkan percakapan yang akan menyusul kemudian. Suatu penjelasan bahwa karunia Yesus, jauh lebih melampaui karunia para nabi dalam tradisi Yahudi. Maka, seperti pemberian manna kepada umat Israel di padang gurun, dalam kisah ini orang banyak diberi roti oleh Allah.
Ketika Yesus berangkat ke Danau Tiberias, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia, karena mereka melihat tanda-tanda. Fokus mereka sangat duniawi. Tuhan Yesus mau supaya fokus mereka berubah menjadi rohani. Motivasi mereka untuk disembuhkan dari berbagai penyakit, tetapi motivasi Yesus adalah agar mereka beroleh makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal. Filipus, rasul-Nya, juga ternyata memandang peristiwa saat itu secara jasmani saja. Sama seperti kita yang seringkali gagal dalam ujian iman dan tidak punya pengharapan hanya karena memandang sebuah masalah secara jasmani saja.
Yang sedikit berbeda adalah reaksi Andreas. Setidaknya walaupun imannya belum dikatakan kuat, namun tanggapannya atas keberadaan makanan di tempat itu mungkin didasari kisah nabi Elisa yang memberikan dua puluh jelai roti untuk dimakan serratus orang dan masih ada sisa (lih. 2 Raja 4:42-44). Terhadap jawaban Andreas, Yesus bertindak lebih lanjut dengan mengatur bagaimana orang banyak itu akan menerima makanan, yang persediaannya sangat jauh dari cukup. Setelah mengucap syukur, Yesus membagi-bagikan roti dan ikan kepada orang banyak itu, sebanyak yang mereka kehendaki, tidak hanya ‘sepotong kecil’ seperti perkiraan Filipus. Semua orang yang hadir di tempat itu makan sampai kenyang. Mereka tidak mengirit makan karena jumlah yang sedikit, tetapi mereka makan cukup banyak sampai para murid masih mengumpulkan sisa potongan roti sebanyak dua belas bakul penuh. Apa yang dilakukan oleh Yesus ini membuktikan bahwa Dia lebih besar dibandingkan dengan nabi-nabi terdahulu. Hal ini diakui oleh orang-orang yang melihat mukjizat yang diadakan-Nya itu.
Mengumpulkan potongan roti mengingatkan bahwa Allah selalu menyediakan kebutuhan kita secara berlimpah. Namun kita tidak boleh memboroskannya. Kita boleh menggunakan karunia Allah sesuai yang kita butuhkan, tapi harus mengingat orang lain yang mungkin membutuhkan kelebihan yang ada pada kita. Selain itu, kita juga harus berjaga-jaga ketika kita sendiri punya kemungkinan memerlukan berkat Allah itu untuk perbekalan masa depan. Gambaran jumlah dua belas bakul dapat dipandang mewakili kedua belas suku-suku Israel. Ini menunjukkan bahwa Allah menyediakan segala kebutuhan bukan hanya kepada sekelompok orang saja, namun kepada siapa saja yang merindukan Firman dan Kebenaran-Nya sebagai makanan dan sumber kehidupan mereka (bdk. Mat. 4:4).
Yesus yang Mahatahu, paham benar bahwa tanggapan orang-orang yang diberi-Nya makan itu tidak tulus. Hati mereka masih berfokus kepada hal jasmani. Mereka akan menerima Tuhan Yesus sebagai Mesias kalau Dia membebaskan mereka dari penjajahan Romawi. Mereka hanya mencari pembebasan dari penindasan jasmani, bukan pembebasan rohani dari dosa mereka. Mereka ingin nabi yang ada di hadapan mereka jadi raja yang bisa memberi mereka roti setiap hari. Maka, Yesus memilih untuk menyingkir ke gunung seorang diri. Dalam Injil Markus, diceritakan bahwa Yesus juga menyingkir ke gunung seorang diri, tapi Dia memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan berangkat mendahului-Nya ke seberang. Tindakan-Nya itu menunjukkan bahwa Dia tidak mau murid-murid-Nya tinggal di antara orang banyak dan pandangannya dipengaruhi oleh orang banyak itu. Ingatlah, bahwa seringkali kita diarahkan oleh Allah untuk berada di luar sebuah komunitas, karena Ia ingin menyelamatkan kita.
Dari cerita hari ini, kita dapat melihat bagaimana dengan mudahnya kita bersikap atas pekerjaan Tuhan. Sikap kita seringkali sangat berbeda dengan kehendak-Nya. Kita masih seperti para rasul, yang ‘mengaku’ mengikuti-Nya dan belajar daripada-Nya, tapi tetap saja punya motivasi yang salah dalam menanggapi pekerjaan Tuhan dalam hidup kita. Tugas kita sekarang adalah, memiliki pengenalan dan relasi yang lebih mendalam kepada Tuhan, sehingga setiap pekerjaan Tuhan membawa kita pada keyakinan yang akan memperteguh iman kita kepada-Nya. (ek)
(Antonius Ekahananta – Awam Katolik Pengajar Misi Evangelisasi)
Doa Persembahan Harian
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Budaya perdamaian dan tindak non-kekerasan – Kita berdoa, semoga makin subur dan berkembanglah kedamaian dan budaya non kekerasan, yang dibarengi dengan upaya mengurangi penggunaan senjata baik oleh negara-negara maupun warganya.
Ujud Gereja Indonesia: Kepercayaan diri kaum muda – Kita berdoa, semoga kaum muda sadar, bahwa keasyikannya dengan dunia digital dan fasilitas online bisa membuat mereka terisolasi dalam dunianya sendiri; semoga mereka dianugerahi keberanian untuk menemukan kembali rasa percaya diri dan kemauan untuk memperluas relasi dan pergaulannya juga di dunia offline.
Amin