Renungan Harian Misioner
Sabtu, 22 Januari 2022
S. Vinsentius
2Sam. 1:1-4,11-12,19,23-27; Mzm. 80:2-3,5-7; Mrk. 3:20-21
Injil Markus mengisahkan secara amat singkat mengenai sikap keluarga Yesus terhadap Yesus. Menurut kisah ini, Yesus bersama murid-murid-Nya masuk ke sebuah rumah. Yesus segera didatangi orang banyak. Masyarakat memang sangat senang dengan Yesus sebab mereka sudah melihat kehebatan-Nya sebagai penyembuh orang sakit, pengusir roh jahat dan berani berdebat dengan para ahli Taurat tanpa rasa takut. Orang banyak yang tertarik kepada Yesus pada umumnya spontan dan tidak peduli akan tata tertib. Mereka menyerbu tempat persinggahan Yesus tanpa kendali. Akibatnya, Yesus maupun murid-murid-Nya tidak mempunyai cukup waktu untuk istirahat, bahkan ‘makan pun tidak dapat’ (Mrk. 2:20). Peristiwa ini diketahui oleh keluarga Yesus yang tinggal di Nasaret. Keluarga Yesus datang ke tempat di mana Yesus berada dengan satu tujuan, yaitu untuk mengambil Yesus karena menurut mereka Yesus tidak waras lagi.
Mengapa keluarga dan kaum kerabat Yesus kecewa terhadap-Nya ketika Dia memulai pelayanan-Nya di hadapan umum? Pada suatu kesempatan Yesus pernah berkomentar bahwa “musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya” (Mat. 10:36). Injil Markus merekam reaksi kaum keluarga Yesus. Mereka, tanpa ragu, berpikir bahwa Yesus pasti sudah gila atau menjadi seorang yang fanatik dalam beragama. Bagaimana mungkin seorang dari Nasaret yang lebih suka tinggal di rumah saja, tiba-tiba meninggalkan pekerjaan-Nya sebagai tukang kayu dan pergi menjadi seorang pengajar dan pengkhotbah keliling? Keluarga dan kaum kerabat Yesus merasa kesal terhadap ajaran, sikap dan tindakan Yesus yang kesannya hanya menimbulkan pertentangan atau konflik terbuka dengan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Konflik antara Yesus dengan para pemuka agama Yahudi menimbulkan perasaan tidak nyaman dan tidak tenang dalam diri anggota keluarga Yesus. Keluarga Yesus barangkali kurang percaya kepada Yesus karena Yesus mengajar, padahal Ia tidak menempuh pendidikan khusus serta para anggota kelompoknya pun terdiri dari para mantan nelayan, mantan pemungut cukai dan ada pula kaum nasionalis fanatik dari Galilea. Selain itu, Yesus dianggap lupa diri ketika melayani orang banyak yang mengikuti-Nya sehingga Ia dan kelompok-Nya tidak punya waktu untuk istirahat, bahkan ‘makan pun tidak dapat’ (Mrk. 3: 20). Pola hidup Yesus yang demikian, mendatangkan tuduhan bahwa Dia tidak waras.
Apa makna kisah ini bagi kita? Yesus dituduh dan diberi label sebagai orang yang tidak waras. Namun, Yesus tidak berhenti menjalankan misi-Nya, yakni melaksanakan kehendak Bapa-Nya. Ketika kita memilih untuk menjadi murid Yesus dan mengikuti pola hidup-Nya, kita tidak hanya mengalami pertentangan dengan orang-orang yang melawan pesan Injil dan cara hidup Kristiani. Kita juga menghadapi perlawanan yang lebih keras yang mungkin datang dari seseorang yang akrab dengan kita, anggota keluarga atau sahabat karib yang tidak menghendaki kita untuk menerima dan menjalankan pesan Injil secara sungguh-sungguh. Orang Kristiani yang rela memaafkan dan mengampuni orang yang menyakiti hatinya atau yang mencelakakan dirinya serta menolak ajakan untuk balas dendam dapat dianggap sebagai orang yang tidak waras. Pasangan suami-isteri yang berpegang teguh pada janji perkawinan, padahal menurut pandangan banyak orang lebih baik mereka bercerai, dapat dianggap sebagai pasangan suami-istri yang tidak waras. Seorang pejabat tinggi yang memiliki kuasa besar dan peluang besar yang mestinya aman untuk memperkaya diri sendiri tetapi tidak melakukannya dapat dianggap sebagai pejabat yang tidak waras. Seorang pemuda atau pemudi yang berpendidikan tinggi, memiliki karir yang cemerlang dan bergaji besar dapat dianggap tidak waras ketika ia melepaskan itu semua dan menjadi seorang biarawan/biarawati yang berkarya di daerah misi yang sulit dan miskin. Singkatnya, orang yang berjuang untuk menjalani hidup sesuai dengan pesan Injil sebagaimana yang diajarkan dan diteladankan oleh Yesus dapat mendatangkan pujian dan kekaguman, tetapi dapat pula dinilai sebagai orang yang tidak waras, termasuk oleh anggota keluarga dan kaum kerabatnya sendiri. Dalam situasi seperti itu, kita hendaknya seperti Yesus yang tidak peduli terhadap penilaian yang salah dari orang lain. Yesus tetap setia untuk melaksanakan kehendak Bapa-Nya. Demikian pula, ketika kita dinilai sebagai orang yang tidak waras karena kita berjuang untuk menjalankan hidup sesuai dengan apa yang diajarkan dan diteladankan oleh Yesus, kita hendaknya tetap bertahan dan terus berjuang untuk menjadi orang yang waras di hadapan Allah. Tuhan Yesus pasti menolong kita sehingga kita mampu hidup sesuai dengan ajaran dan teladan-Nya.
(RP. Silvester Nusa, CSsR – Dosen STKIP Weetebula, NTT)
DOA PERSEMBAHAN HARIAN
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Persaudaraan sejati
Kita berdoa untuk mereka yang menderita karena perundungan dan diskriminasi agama; semoga hak asasi dan martabat mereka diargai karena sesungguhnya kita semua bersaudara sebagai umat manusia. Kami mohon…
Ujud Gereja Indonesia: Menangkal hoaks
Kita berdoa, semoga di tengah simpang-siurnya informasi, gosip dan hoaks yang memancing emosi, kita tetap menanggapinya dengan hati lembut dan akal sehat. Kami mohon…
Amin