Renungan Harian Misioner
Selasa Biasa IV, 01 Februari 2022
P. S. Brigida
2Sam. 18:9-10,14b,24-25a,30 – 19:3; Mzm. 86:1-2,3-4,5-6; Mrk. 5:21-43
Kisah Yairus adalah kisah yang unik. Ada kisah di balik kisah. Kisah kedua muncul tiba-tiba, memotong kisah pertama. Menampilkan seorang tokoh tak dikenal, namun membawa pesan penting.
Alkisah ada seorang perempuan, yang tak penting namanya untuk disebut. Ia orang kecil, apalagi ia adalah perempuan di masa itu. Ia telah menderita 12 tahun, mengalami pendarahan. Pasti kaum perempuanlah yang dapat benar-benar merasakan berat deritanya. Jika dibandingkan dengan pendarahan karena siklus biologis yang umumnya dialami setiap perempuan dewasa yang belum masuk masa menopause, kondisi ini benar-benar gawat. Apalagi di zaman itu, perempuan dan darah sama dengan najis. Bisa Anda bayangkan ia hidup dalam ‘kenajisan’ selama 12 tahun, bagaimana pandangan dan perlakuan masyarakat terhadapnya?
Meskipun lemah secara fisik, ia punya semangat juang tinggi. Kondisi kenajisan menurut hukum agama dan norma saat itu tidak membuatnya bersembunyi atau mengucilkan diri. Ia berjuang, mencari pertolongan ke sana ke mari meski tak kunjung sembuh. Lalu ia mendengar tentang Yesus. Dengan keberanian dan harapan besar agar bisa terbebas dari derita fisik, mental dan sosial, ia pergi mencari, mendesak maju di antara kerumunan orang. Targetnya hanya satu saja, “menyentuh jubah Yesus”. Ia tak berencana melakukan hal besar, tapi ia sungguh beriman besar. Ia berharap Yesus-lah Sang Pembebas yang dinanti-nantikannya. Dan imannya itulah yang menyelamatkannya.
Yesus bisa saja berjalan terus, tidak menghiraukan perempuan itu. Apalagi ada tugas penting dan urgen yang harus dituntaskan-Nya. Tapi Ia berhenti, berbalik menghampiri dan bertanya. Pertanyaan retorik yang sebenarnya adalah sebuah undangan untuk perempuan itu agar tampil dan “terlihat” oleh semua orang. Gerak dan sikap Yesus seakan-akan ingin menyatakan bahwa perempuan itu juga “penting” bagi-Nya. Sama pentingnya dengan Yairus dan anaknya. Yesus bukan hanya menyembuhkan sakit fisiknya, Ia bahkan mengangkat status perempuan itu dari perempuan bernasib buruk yang najis bagi masyarakat, menjadi “Anak yang beriman besar”. Ia membebaskan perempuan itu dari segala deritanya dan memberinya keselamatan.
Penyakit, kondisi dan situasi hidup tertentu, dapat menyebabkan kita masuk dalam derita yang tak bertepi. Gerak dan hidup menjadi terbatas. Sering kali kita lalu memilih mengucilkan diri karena tidak tahan akan penilaian buruk orang lain, yang membuat kita merasa kecil, tidak diterima dan tidak layak untuk menjadi bagian dari komunitas. Tanpa sadar, kita bisa kehilangan identitas diri, terpenjara bukan hanya dalam derita fisik namun juga derita mental, akibat penilaian buruk dan label yang disematkan orang lain.
Jangan biarkan diri tenggelam, apapun masalah yang ada dalam hidup. Berjuanglah dengan berani, tetaplah berpengharapan dan beriman teguh. Ketika saatnya tiba nanti, Tuhan pasti menghentikan langkah-Nya, berbalik menghampiri dan membebaskan kita. Karena Tuhan selalu peduli.
(Angel – Biro Nasional Karya Kepausan Indonesia)
DOA PERSEMBAHAN HARIAN
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Para biarawati dan perempuan hidup bakti
Kita berdoa untuk para biarawati dan para perempuan yang menjalani hidup bakti; kita berterima kasih atas misi perutusan dan keberanian mereka; semoga mereka dapat terus menemukan cara untuk menanggapi tantangan zaman ini. Kami mohon…
Ujud Gereja Indonesia: Kesinambungan pengolahan sampah plastik
Kita berdoa, semoga upaya-upaya pribadi dan kelompok untuk mengurangi dan mengolah sampah plastik dapat menjadi upaya pemberdayaan masyarakat karena didukung pemerintah dan institusi-institusi sosial. Kami mohon…
Amin