Berbudaya dan Beriman vs Berbudaya Tetapi Tidak Beriman?

Renungan Harian Misioner
Selasa Biasa V, 8 Februari 2022
P. S. Hieronimus Emilianus, P. Yosefina Bakhita

1Raj. 8:22-23,27-30; Mzm. 84:3,4,5,10,11; Mrk. 7:1-13

Para sahabat misioner yang terkasih: Shalom!

Saat ini kita masih berada dalam masa pandemi Covid-19 dengan sejumlah Protokol Kesehatan yang wajib kita ikuti, di antaranya adalah “menjauhkan diri dari kerumunan orang & menjaga jarak terhadap orang-orang lain.” Nasihat untuk menjaga jarak itu juga muncul dalam Bacaan Injil hari ini, ketika Yesus digugat oleh para ahli Taurat karena para murid-Nya makan dengan tangan najis. Bukan karena masalah Covid-19 melainkan karena iman dipertentangkan dengan tradisi budaya atau adat-istiadat manusia. Sebagai jawaban terhadap gugatan tersebut, Yesus menegaskan bahwa orang-orang beriman perlu menjaga jarak dengan tradisi budaya atau adat-istiadat manusia (Markus 7:7-9). Mengapa demikian?

Dua pengalaman tentang mendoakan orang yang telah meninggal

Penegasan Yesus supaya orang beriman menjaga jarak dengan tradisi budaya atau adat-istiadat tersebut mengingatkan kita bahwa ketentuan-ketentuan adat atau tradisi budaya ternyata dapat menarik orang untuk menjauh dari perintah dan hukum-hukum Allah. Teks Injil Markus 7:1-13 ini membawa saya kepada dua pengalaman pastoral sehubungan dengan kebiasaan untuk mendoakan kesejahteraan jiwa orang-orang yang sudah meninggal.

Seorang ibu Katolik mengundang warga komunitas di mana dia menjadi anggotanya, untuk berkumpul di rumahnya, guna merayakan Misa Peringatan Arwah bagi suaminya, sekalipun suaminya itu bukan Katolik. Sementara di keluarga yang lain, ada anak-anak, yang semuanya Katolik, yang juga melaksanakan doa bagi ibu mereka yang sudah dipanggil Tuhan. Karena ibu itu bukan Katolik, maka pada kesempatan doa peringatan arwah itu, anak-anaknya yang Katolik melepaskan iman Katolik mereka, lalu berdoa menurut keyakinan ibu mereka. Mereka menjauhkan diri dari Yesus yang adalah Tuhan dan Juruselamat dunia, supaya dapat mendoakan kesejahteraan ibu mereka yang non Katolik tersebut.

Iman versus Adat-istiadat & Tradisi Budaya

Dari kedua pengalaman ini, terlihat bahwa tradisi budaya atau adat-istiadat manusia tidak selalu sejalan dengan hukum dan perintah Tuhan, persis seperti yang dikritik Yesus terkait gugatan para ahli Taurat terhadap para murid-Nya dalam Injil hari ini (Markus 7:1-13). Orang bisa saja menjadikan adat-istiadat atau tradisi budaya mereka untuk menghayati imannya, atau bahkan bisa juga melepaskan iman mereka demi adat-istiadat dan tradisi budaya mereka.

Meneropong pengalaman tentang doa bagi mereka yang sudah meninggal tersebut dengan apa yang disampaikan oleh Rasul Paulus dalam Surat kepada Jemaat di Korintus, kita akan menemukan perbedaannya sekalipun yang didoakan sama-sama adalah orang yang non Katolik. Tindakan ibu yang Katolik, yang merayakan Ekaristi untuk mendoakan kesejahteraan jiwa suaminya itu sejalan dengan penegasan Rasul Paulus ini, “Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus (1Kor. 7:13-14).

Kesempatan untuk saling menguduskan di dalam Tuhan

Mengacu kepada penegasan Rasul Santo Paulus tersebut di atas, maka dengan merayakan Ekaristi untuk mendoakan kesejahteraan jiwa suaminya yang bukan Katolik itu, si ibu mendapatkan kesempatan untuk “menguduskan suaminya” (1Kor. 7:14a), sementara anak-anak Katolik di dalam peristiwa doa peringatan arwah yang kedua itu kehilangan dua hal. Pertama, karena mereka berdoa dengan cara yang bukan Katolik, maka untuk saat doa itu, mereka harus melepas atau kehilangan iman Katoliknya. Kedua, karena tunduk kepada tradisi budaya dan adat-istiadat nenek-moyang mereka, maka mereka juga “kehilangan kesempatan untuk menguduskan ibu mereka yang bukan Katolik itu.”

Perintah Allah menjamin keselamatan – tradisi budaya & adat-istiadat manusia tidak!

Kepada para ahli Taurat yang menggugat para murid-Nya (Markus 7:5), Yesus menegaskan hal ini, “Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri” (Markus 7:9). Demikianlah tradisi budaya dan adat istiadat dapat menjadi sarana untuk menyampaikan hukum-hukum dan perintah Allah, dalam inkulturasi liturgi misalnya, namun tidak boleh atau jangan sampai menjadi penghalang bagi terwujudnya hukum-hukum dan perintah Allah tersebut. [RMG].

(RD. Marcel Gabriel – Imam Keuskupan Pangkalpinang)

DOA PERSEMBAHAN HARIAN

Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.

Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:

Ujud Gereja Universal: Para biarawati dan perempuan hidup bakti

Kita berdoa untuk para biarawati dan para perempuan yang menjalani hidup bakti; kita berterima kasih atas misi perutusan dan keberanian mereka; semoga mereka dapat terus menemukan cara untuk menanggapi tantangan zaman ini.

Ujud Gereja Indonesia: Kesinambungan pengolahan sampah plastik

Kita berdoa, semoga upaya-upaya pribadi dan kelompok untuk mengurangi dan mengolah sampah plastik dapat menjadi upaya pemberdayaan masyarakat karena didukung pemerintah dan institusi-institusi sosial.

Amin

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s