Jangan Pamer, Jadilah pelayan Kasih ALLAH!

Renungan Harian Misioner
Selasa Pekan II Prapaskah, 15 Maret 2022
P. S. Louisa de Marillac

Yes. 1:10,16-20; Mzm. 50:8-9,16bc-17,21,23; Mat. 23:1-12

Pengajaran Yesus hari ini merupakan peringatan yang khususnya ditujukan kepada para murid, sekalipun diucapkan di depan orang banyak. Peringatan-Nya inipun berlaku bagi semua murid dari segala zaman, termasuk kita semua, supaya mewaspadai para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Mereka ini adalah tokoh-tokoh yang harus kita akui kadang-kadang ada di ‘dalam diri’ kita sendiri. Sikap menggantikan Injil dengan hukum, atau memaksakan Injil itu seperti suatu hukum, inilah godaan bagi Gereja, sebab hukum yang tertulis itu mematikan dan memutarbalikkan Injil Kristus. Memutarbalikkan Injil menjadi hukum berarti berbalik dari Roh kepada daging, sehingga kita hidup di luar kasih karunia (bdk. 2Kor. 3:6; Gal. 1:7; 5:4).

Yesus memulai ajaran-Nya dengan menyatakan sikap dasar para ahli Taurat dan orang Farisi. Mereka menyusun undang-undang bagi orang lain, tetapi mereka tidak melakukannya, mereka hanya menjadi murid di bibir saja. Jika seseorang menyampaikan suatu ajaran, supaya benar, ajaran mesti dihayati, bukan dimaklumi saja. Dan jika penghayatan ajaran itu menumbuhkan kasih, berarti pengajaran itu benar. Dalam hal ini, Yesus pun memperingatkan agar kita menuruti dan melakukannya dengan baik. Sayangnya, mereka sendiri hanya mengajarkannya, tetapi tidak melakukannya. Mereka terjebak pada berhala buatan mereka sendiri: ambisi, prestise dan kekuasaan; sehingga tidak menghasilkan buah, dan mereka hanya menjadi nabi-nabi palsu yang menyamar seperti serigala berbulu domba. Mereka melakukan itu semua hanya supaya dilihat orang.

Jika kita memperkatakan sebuah ajaran tanpa melakukannya, dapat menghambat penyadaran akan kejahatan dan tidak memampukan kita melaksanakan kebaikan. Demikianlah keadaan kita jika hanya ingin menjadi pakar agama yang mempelajari banyak hal, demi untuk mengatakan apa yang mesti dilakukan oleh orang lain (saja). Padahal, barangsiapa mewartakan Injil, ia sendiri ditantang oleh pewartaannya itu. Ia ditantang untuk menyampaikan kesaksian penghayatan pribadi, bukan menjadikan Injil sebagai sesuatu yang hanya dikatakan bagi orang lain saja.

Sangat mudah mengaburkan Injil dengan hukum, bahkan rasul Petruspun melakukannya sehingga ditegur oleh Paulus, bahwa ia munafik sekalipun dengan dalih melakukan kebaikan pastoral (lih. Gal 2:11-14). Menyedihkan jika Injil tidak diwartakan untuk mengenali Bapa dalam diri Anak. Meniru para ahli Taurat dan orang Farisi akan mengabaikan pribadi Yesus dan menciutkan Injil menjadi suatu doktrin atau suatu tatanan hidup yang mustahil diterapkan. Memang hukum dan undang-undang dibutuhkan dalam hidup bermasyarakat, tetapi harus lahir dari Roh yang memerdekakan dan berasal dari kasih serta membawa kepada kasih: kegenapan hukum Taurat (bdk. Gal. 5:1-2; Rm. 13:10). Tidak ada suatu undang-undang yang dapat memampukan kita mengasihi, apalagi mengasihi musuh, sebab hanya anugerah Kasih yang memampukan kita mengasihi. Anugerah Kasih adalah kebesaran dan kemurahan Allah.

Segala atribut rohani yang kita miliki, pakai dan tampilkan harus menunjukkan cinta kepada Firman yang telah meresap pada perilaku dan nalar kita. Bukan dijadikan jimat maupun alat pamer. Penampilan mereka yang saleh menghambat mereka mengenali kenyataan dan menjadikan mereka menutup telinga terhadap ajakan untuk bertobat, menyadari kemunafikan dalam dirinya. Pelayanan kitapun juga bukan sebuah kesempatan untuk menggungguli mereka yang kita layani dengan mempergunakan talenta-talenta kita. Pengetahuan keagamaan kita tidak membenarkan kita untuk melupakan bahwa Roh Kuduslah yang telah memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran, sehingga kita dapat mengasihi, seperti Yesus mengasihi Bapa dan saudara-saudaranya. Oleh Roh Kudus ini, kita dapat mengenali Allah sebagai Bapa dan kita sebagai anak-Nya di dalam Anak dan saudara satu bagi yang lain, masing-masing sesuai dengan keunikannya. Sehingga di dalam Gereja, kita memiliki kodrat yang sama. Yang membedakan kita bukan besar kecilnya diri kita, melainkan apakah pelayanan yang saling kita berikan sesuai dengan karunia yang kita terima.

Yesus telah merendahkan diri dengan menganugerahkan segalanya dan menyerahkan diri dalam tangan semua orang, oleh karena itu Ia adalah Tuhan (Flp. 2:5-11). Yesus hadir di tengah kita sebagai pelayan, mengasihi serta melayani dengan perbuatan dalam kebenaran, maka tugas kita bukan memerintahkan apa yang harus dipercayai orang lain, melainkan mau turut melayani hanya untuk sukacita dalam kebenaran bagi mereka yang kita layani. (ek)

(Antonius Ekahananta – Awam Katolik Pengajar Misi Evangelisasi)

DOA PERSEMBAHAN HARIAN

Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.

Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:

Ujud Gereja Universal: Menghadapi tantangan bioetika

Kita berdoa untuk umat Kristiani yang menghadapi tantangan bioetika baru; semoga mereka dapat terus membela martabat segenap umat manusia dengan doa dan tindakan.

Ujud Gereja Indonesia: Pengabdian politik

Kita berdoa, semoga di alam demokrasi ini para elit politik dan pemerintah menggunakan kewenangannya untuk mengabdi dan menata masyarakat dan bukan untuk menguasainya.

Amin

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s