Renungan Harian Misioner
Rabu, 15 Juni 2022
P. S. Vitus, Modestus, & S. Kresensia
2Raj. 2:1,6-14; Mzm. 31:20,21,24; Mat. 6:1-6,16-18
Injil hari ini menampilkan kritik Yesus terhadap praktik keagamaan yang ditampilkan orang-orang di zaman-Nya. Praktik keagamaan seperti doa, memberi sedekah dan puasa adalah bentuk pengungkapan iman kepada Allah, tetapi disulap oleh para “pedagang agama” menjadi ajang mendapatkan ketenaran dan keuntungan. Praktik kesalehan yang biasanya menjadi sarana mendekatkan relasi dengan Allah dan kepedulian pada sesama diarahkan kepada diri sendiri.
Indonesia adalah negara yang dikenal sangat beragama. Segala bidang kehidupan dikaitkan dengan agama. Sayangnya praktik keagamaan sering ditarik ke ranah lahiriah seakan “barang dagangan” untuk mendapatkan keuntungan. Agama sering diusung di ranah publik bukan untuk mengeratkan manusia dengan yang Ilahi atau dengan sesama tetapi sebagai kendaraan untuk meraup kepentingan pribadi dan kelompok. Hasil akhir dari hidup keagamaan yang demikian adalah penyalahgunaan agama untuk kepentingan egoistis dan sektarian.
Kritik mutakhir tentang agama terarah pada sinyalir bahwa agama sering disalahgunakan sehingga yang tampak adalah wajah kekerasan dan tidak manusiawi yang dihasilkan para pemeluk agama. Ajaran kasih yang terkandung dalam semua agama dikaburkan oleh berbagai tindakan kekerasan sampai pada ekstrimisme dan terorisme berbaju agama.
Mengarahkan kembali agama untuk menampakkan wajah kasih tidak dapat dilakukan tanpa merefleksikan kembali unsur “sakral” dalam agama-agama. Hilangnya unsur “sakral” dalam agama disinyalir mempunyai kaitan dengan maraknya kekerasan dan sisi gelap hidup beragama seperti tercermin dalam maraknya korupsi, ketidakadilan sosial, dan berbagai praktik yang bertentangan dengan ajaran agama.
Injil pada hari ini dapat menolong kita untuk mengembalikan hakekat hidup beragama pada unsur interioritas. Ada unsur keilahian yang perlu dihidupi sebagai bentuk tanggapan atas kasih Allah dan pelayanan terhadap sesama.
Di zaman Yesus penyalahgunaan agama diwujudkan dalam bentuk narsisme seperti memberi sedekah dengan memamerkannya di rumah ibadah dan di lorong-lorong jalan. Orang berdoa di tikungan jalan dan di tempat-tempat yang mudah terlihat. Puasa dilakukan dengan sandiwara untuk mempertontonkannya agar diketahui dan dipuji.
Ajakan Yesus dalam Injil mengingatkan kita bahwa godaan yang sama dapat menjerat kita di masa kini. Karya-karya amal kita bisa dengan mudah menjadi publikasi diri demi keuntungan pribadi. Praktik-praktik kesalehan kita dapat dengan mudah menghiasi medsos sebagai “show kesalehan.” Upah dunia dapat kita peroleh dengan setumpuk “like” atau “viral” yang kita dapatkan dari panggung dunia maya tetapi kita kehilangan “yang Ilahi.” Padahal Allah yang sejati hanya dapat ditemukan dalam kebeningan hati dan kesunyian publikasi. Melampaui penampilan lahiriah agama hanya dapat dilakukan melalui pengosongan diri dan “ketelanjangan” di hadapan Allah tanpa baju kemunafikan. Agama lalu bisa menjadi jalan perjumpaan pribadi dengan Allah dan sesama melalui praktik keagamaan yang dilakukan secara tersembunyi dan dalam batin yang hanya diketahui Allah sendiri.
(Mgr. Paulinus Yan Olla MSF – Uskup Keuskupan Tanjung Selor)
DOA PERSEMBAHAN HARIAN
Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.
Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:
Ujud Gereja Universal: Cinta keluarga Kristiani
Kita berdoa untuk keluarga-keluarga Kristiani di seluruh penjuru dunia, semoga mereka memiliki dan mengalami cinta tanpa syarat dan mengutamakan kesucian dalam menjalani hidup sehari-hari.
Ujud Gereja Indonesia: Pendidikan yang kritis
Kita berdoa, semoga lembaga pendidikan dan keluarga mendidik anak-anaknya agar dapat bersikap kritis dan realistis terhadap tawaran-tawaran palsu dan kemewahan di sosial media.
Amin