Jaga Pelitamu Terus Bernyala

Renungan Harian Misioner
Jumat Biasa XXI, 26 Agustus 2022
P. S. Zepherinus

1Kor. 1:17-25; Mzm. 33:1-2,4-5,10ab,11; Mat. 25:1-13

Mengawali permenungan hari ini, saya kembali ingin berbagi pengalaman hidup dengan Anda di tempat saya menjadi gembala umat. Di tempat saya bertugas mungkin juga berlaku di semua paroki, setiap kali memulai untuk merencanakan membangun gedung Gereja yang baru, atau hanya sekadar merenovasinya, banyak umat dengan penuh semangat akan bersedia dan berkomitmen penuh untuk membantu mewujudkannya. Selesai pembangunan gedung Gereja kemudian direncanakan untuk mengadakan dedikasi pemberkatan gedung Gereja tersebut dengan meriah. Khusus di tempat di mana saya bertugas, acara pemberkatan biasanya terdiri dari rangkaian acara hingga enam hari lamanya. Belum lagi persiapannya yang makan waktu berbulan-bulan. Banyak orang terlibat. Umat yang tidak pernah lagi terlihat di Gereja tiba-tiba muncul, bahkan bisa menjadi bagian dari kepanitian.

Demikianlah kenyataannya, baik dari sejak mulai hingga berakhirnya pembangunan tersebut, banyak umat ingin terlibat, ikut mengambil peran dan tentunya semua bergembira dalam gerakan bersama ini. Gereja selalu penuh di waktu-waktu tersebut. Jumlah kaum laki-laki menjadi lebih banyak dari jumlah kaum perempuan yang biasanya mendominasi Gereja pada hari-hari Minggu. Beberapa kali saya menemukan bahwa dalam pelayanan ada kira-kira 90-an orang perempuan dan hanya ada 2 orang laki-laki saja.

Setiap kali pemberkatan Gereja selesai, saya dan mungkin juga banyak orang berharap, Semoga Gereja kembali penuh di hari-hari Minggu ke depan”. Tetapi apa yang terjadi? Harusnya ada sebuah kontinuitas jumlah seperti pada waktu orang-orang setempat hadir saat momen pemberkatan Gereja, bukan? Ke mana mereka yang ingin berada di barisan terdepan pada waktu proses pembangunan, atau saat berlangsungnya acara tersebut? Ke mana mereka yang mengatur ini dan itu dan tampil sebagai protokoler serta memberi sambutan, atau yang duduk paling depan di kursi-kursi perjamuan dan tamu undangan? Setelah acara berlalu biasanya saya sudah jarang melihat mereka hadir di Gereja.

Saudara-saudariku yang dikasihi Tuhan. Hari ini dalam bacaan Injil Matius, Yesus kembali menerangkan kepada para murid-Nya lewat perumpamaan, tentang misi-Nya yang utama di dunia ini yaitu Kerajaan Allah. Perumpaan ini khas Matius dan tidak ditemukan pararelnya baik dalam Markus maupun Lukas. Perumpamaan tentang 10 gadis membawa pelita yang bersiap menyongsong kedatangan pengantin. Lima gadis di antaranya digambarkan sebagai gadis yang bijaksana dan lima gadis lainnya sebagai gadis yang bodoh. Bagi saya, gambaran 10 gadis ini adalah gambaran kita para murid Yesus yang dibekali oleh pelita yakni Terang Injil yang akan menjadi penopang, penutun dan terang bagi jalan kehidupan kita. Sedangkan minyaknya sebagaimana dalam Perjanjian Lama sering digambarkan sebagai kehadiran Roh. Maka oleh baptisan kita menerima Roh Kudus yang akan menyalakan pelita tersebut hingga menggerakkan dan mengubah hidup kita.  

Lima gadis yang bijaksana ini, mewakili para pengikut Kristus sebagai Sang Mempelai yang akan datang sewaktu-waktu tanpa kita tahu kapan saat itu tiba. Mereka adalah pengikut yang tidak hanya menerima Pelita itu tetap juga senantiasa membawa Roh Kudus dan membiarkan Roh Kudus menguasai dan mengubah hidup mereka. Berbeda dengan lima gadis yang bodoh seperti pengikut Kristus yang menerima pelita yakni Terang Injil dengan penuh semangat namun semangat itu tidak kontinyu/berlanjut, karena tidak melibatkan Roh Kudus sebagai minyak yang akan menjadi kekuatan untuk menyalakan pelita ini agar tetap bernyala.

Kembali ke cerita di atas, terkadang kita sangat menggebu-gebu dan penuh gairah mengaku sebagai pengikut Kristus yang percaya dan menerima ajaran-Nya, namun tidak berlanjut dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidak membiarkan diri kita dipimpin oleh Roh sehingga kita tidak menyadari sesungguhnya kita sedang kekurangan minyak sebagai penentu pelita tetap bernyala. Ego atau pengakuan diri mau tampil sebagai yang terbaik dan sekadar ingin mendapat pengakuan di Gereja akan menghambat gerak kontinuitas beriman kita. Semuanya itu membuat kita lupa dan tidak menyadari bahwa kita sedang kekurangan minyak dan mengancam pelita kita untuk tetap bernyala. Pelita kita harus terus bernyala, agar saat Sang Mempelai datang, kita didapatinya sebagai orang-orang yang layak untuk menyambut-Nya.

(RD. Hendrik Palimbo – Dosen STIKPAR Toraja, Keuskupan Agung Makassar)

DOA PERSEMBAHAN HARIAN

Allah, Bapa kami, kepada-Mu kupersembahkan hari ini. Kuhunjukkan semua doa, pikiran, perkataan, tindakan maupun suka-dukaku hari ini dalam kesatuan dengan Putra-Mu Yesus Kristus, yang senantiasa mempersembahkan Diri-Nya dalam Ekaristi bagi keselamatan dunia. Kiranya Roh Kudus, yang menjiwai Yesus, juga menjadi Pembimbing dan Kekuatanku hari ini sehingga aku siap sedia menjadi saksi Kasih-Mu.

Bersama Santa Maria, Bunda Yesus dan Bunda Gereja, secara khusus aku berdoa bagi ujud-ujud Bapa Suci dan para rasul doa Gereja Indonesia untuk bulan ini:

Ujud Gereja Universal: Usaha skala kecil dan menengah

Kita berdoa untuk usaha skala kecil dan menengah, semoga, di tengah krisis ekonomi dan sosial, mereka dapat menemukan jalan untuk meneruskan usahanya dan melayani masyarakat.

Ujud Gereja Indonesia: Sarana penyaluran donasi yang terpercaya

Kita berdoa, semoga kelompok-kelompok masyarakat mampu membentuk sarana yang dapat dipercaya untuk menyalurkan kebaikan dan donasi dari mereka yang berkehendak baik kepada mereka yang membutuhkan.

Amin.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s