Saudara dan saudari terkasih, selamat pagi!
Dengan sukacita saya menyambut Anda semua, khususnya anggota Komisi yang baru, serta mereka yang melanjutkan pelayanan mereka dan kelompok rekanan dari seluruh dunia, yang baru masuk bergabung.
Ini adalah pertemuan pertama kita sejak lembaga anda secara resmi didirikan di dalam Dikasteri untuk Ajaran Iman, dan saya ingin memberi Anda beberapa saran. Benih yang ditanam sekitar sepuluh tahun yang lalu, ketika Dewan Kardinal merekomendasikan pembentukan badan ini sedang membuahkan hasil, seperti yang bisa kita lihat. Agar dapat menghadapi tantangan hari ini dengan kebijaksanaan dan keberanian, penting untuk berhenti sejenak dan merenungkan masa lalu. Selama dekade terakhir, kita semua telah belajar banyak, termasuk saya sendiri!
Pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur oleh klerus dan penanganannya yang buruk oleh para pemimpin Gereja telah menjadi salah satu tantangan terbesar bagi Gereja di zaman kita. Banyak dari Anda telah mengabdikan hidup Anda untuk tujuan ini. Perang, kelaparan, dan ketidakpedulian terhadap penderitaan orang lain adalah masalah-masalah yang mengerikan di dunia kita, dan teriakannya sampai ke surga. Namun krisis pelecehan seksual khususnya merupakan hal yang serius bagi Gereja, karena melemahkan kemampuan Gereja untuk sepenuhnya merangkul dan menjadi saksi kehadiran Allah yang membebaskan. Kegagalan bertindak dengan benar untuk menghentikan kejahatan ini dan membantu para korbannya telah menodai kesaksian kita akan kasih Allah. Di kamar pengakuan, kita memohon ampun tidak hanya untuk kesalahan yang telah kita lakukan, tetapi juga untuk kebaikan yang gagal kita lakukan. Sangat mudah untuk melupakan dosa-dosa kelalaian, karena terkadang dosa-dosa ini tampak kurang nyata; namun pada kenyataannya dosa-dosa ini sangat nyata, dan tidak kurang merugikan masyarakat, sama seperti dosa-dosa lainnya.
Kegagalan, terutama di pihak para pemimpin Gereja, untuk melakukan apa yang seharusnya kita lakukan, telah menjadi penyebab skandal bagi banyak orang; dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran akan masalah ini telah menyebar ke seluruh komunitas Kristen. Namun, pada saat yang sama, kita tidak tinggal diam saja atau pasif. Baru-baru ini, saya menetapkan Motu Proprio Vos Estis Lux Mundi (VELM), yang sekarang sudah berlaku secara permanen. Motu Proprio menyerukan, terutama untuk menyisihkan tempat untuk menerima pelaporan-pelaporan dan memperhatikan mereka yang melaporkan bahwa mereka telah dirugikan (bdk. Pasal 2). Yang pasti, berdasarkan dari pengalaman yang ada perbaikan-perbaikan dapat dilakukan oleh Konferensi Waligereja dan masing-masing uskup.
Tidak seorang pun dewasa ini dapat mengaku dengan jujur bahwa dirinya tidak terpengaruh oleh realitas pelecehan seksual di Gereja. Dalam tugas Anda menangani masalah beraneka segi ini, saya meminta Anda untuk mengingat tiga prinsip berikut dan mempertimbangkannya sebagai bagian dari spiritualitas perbaikan.
1. Pertama, di tempat di mana kerusakan terjadi pada kehidupan manusia, kita dipanggil untuk mengingat kuasa penciptaan Tuhan untuk memunculkan harapan dari keputusasaan dan kehidupan dari kematian. Rasa kehilangan yang mengerikan yang dialami banyak orang sebagai akibat dari pelecehan terkadang tampak sebagai beban yang terlalu berat untuk ditanggung. Para pemimpin Gereja, yang berbagi rasa malu yang sama atas kegagalan mereka untuk bertindak, telah kehilangan kredibilitas, dan kemampuan kita untuk memberitakan Injil telah rusak. Namun Tuhan, yang membawa kelahiran baru di setiap zaman, dapat memulihkan tulang yang kering (bdk. Yeh. 37:6). Bahkan ketika jalan di depan sulit dan mendesak, saya mengimbau Anda untuk tidak terjebak; teruslah berusaha menjangkau, teruslah mencoba menanamkan kepercayaan pada mereka yang Anda temui dan yang berbagi dengan Anda tujuan bersama ini. Jangan berkecil hati ketika tampaknya hanya sedikit yang berubah menjadi lebih baik. Bertahanlah dan terus bergerak maju!
2. Kedua, pelecehan seksual telah membuka banyak luka di dunia kita, tidak hanya di Gereja. Banyak korban masih terus menderita akibat pelecehan yang terjadi bertahun-tahun yang lalu, yang hingga kini peristiwa tersebut masih tetap menjadi penghalang dan sumber kehancuran dalam hidup mereka. Konsekuensi dari pelecehan dirasakan mereka dalam hubungan dengan pasangan, orang tua dan anak, saudara laki-laki dan perempuan, teman dan kolega. Masyarakat mengalami trauma; sifat pelecehan yang tersembunyi dan berbahaya menciptakan pengrusakan dan perpecahan di hati orang-orang dan juga pada hubungan mereka.
Namun hidup kita tidak dimaksudkan untuk tetap terbagi. Apa yang hancur tidak boleh dibiarkan hancur. Dari sifat alami dunia, kita belajar bahwa setiap bagian hidup kita saling berhubungan, dan kehidupan beriman menghubungkan dunia ini dengan dunia yang akan datang. Semuanya saling berhubungan. Misi yang Yesus terima dari Bapa-Nya adalah untuk memastikan bahwa tidak ada dan tidak seorang pun yang hilang (bdk. Yoh 6:39). Di mana kehidupan hancur, saya meminta Anda untuk membantu menyatukan kembali kepingan-kepingannya, dengan harapan apa yang hancur dapat diperbaiki.
Baru-baru ini saya bertemu dengan sekelompok penyintas pelecehan yang meminta untuk bisa menemui pimpinan lembaga keagamaan yang mengelola sekolah, tempat mereka bersekolah dulu sekitar lima puluh tahun yang lalu. Saya menyinggung hal ini karena mereka mendiskusikannya secara terbuka. Semua penyintas tersebut sudah lanjut usia dan beberapa dari mereka yang menyadari bahwa waktu berlalu dengan cepat, mengungkapkan keinginan mereka untuk menjalani tahun-tahun yang tersisa dengan damai. Bagi mereka, kedamaian berarti melanjutkan kembali hubungan mereka dengan Gereja yang telah menyakiti mereka. Mereka menginginkan penyelesaian tidak hanya untuk kejahatan yang telah mereka derita, tetapi juga untuk pertanyaan-pertanyaan yang menghantui mereka sejak peristiwa tersebut. Mereka ingin didengar dan dipercaya; mereka ingin seseorang membantu mereka untuk mengerti. Kami berbicara bersama dan mereka memiliki keberanian untuk terbuka. Secara khusus, putri dari salah satu di antara mereka berbicara mengenai pengaruh pengalaman ayahnya tersebut terhadap seluruh keluarga mereka. Memperbaiki kain yang robek dari pengalaman masa lalu adalah tindakan penebusan, tindakan Hamba yang menderita, yang tidak menghindari rasa sakit, tetapi diri-Nya bersedia menanggung kesalahan kita semua (bdk. Yes 53:1-14). Inilah jalan penyembuhan dan penebusan: jalan salib Kristus. Dalam kasus khusus tersebut, saya dapat mengatakan bahwa bagi para penyintas ini ada dialog nyata yang terjadi selama pertemuan tersebut, di mana pada akhirnya mereka mengatakan bahwa mereka merasa disambut seperti saudara dan saudari, serta mendapatkan kembali harapan untuk masa depan.
3. Ketiga, saya mendorong Anda untuk memupuk pendekatan yang mencerminkan rasa hormat dan kebaikan Tuhan sendiri. Penyair dan aktivis Amerika – Maya Angelou pernah menulis: “Saya telah belajar bahwa orang akan melupakan apa yang Anda katakan, orang akan melupakan apa yang Anda lakukan, tetapi orang tidak akan pernah lupa bagaimana Anda membuat mereka merasa”. Jadi bersikaplah lembut dalam tindakan Anda, menanggung beban satu sama lain (bdk. Gal. 6:1-2), tanpa mengeluh, melainkan mempertimbangkan bahwa momen pemulihan bagi Gereja ini akan menghadirkan jalan ke momen selanjutnya dalam sejarah keselamatan. Allah yang hidup belum menghabiskan sumber rahmat dan berkat-Nya! Janganlah kita lupa bahwa luka Sengsara tetap ada pada tubuh Kristus yang bangkit, bukan lagi sebagai sumber penderitaan atau rasa malu, tetapi sebagai tanda belas kasih dan transformasi.
Sekaranglah waktunya untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada generasi sebelumnya dan pada mereka yang masih terus menderita. Masa Paskah ini adalah tanda bahwa waktu baru sedang dipersiapkan bagi kita, musim semi yang baru, yang berbuah melalui kerja keras dan air mata yang kita bagikan kepada mereka yang telah menderita. Oleh karena itu mengapa penting bagi kita untuk tidak pernah berhenti dan terus maju.
Anda menggunakan keterampilan dan keahlian Anda untuk membantu memperbaiki momok yang mengerikan di Gereja dengan bekerja membantu berbagai Gereja partikular. Dari kehidupan biasa keuskupan di paroki dan seminari, hingga pendidikan katekis, guru, dan pekerja pastoral lainnya, pentingnya melindungi anak di bawah umur dan orang yang rentan harus menjadi aturan bagi setiap orang. Dalam hal ini, dalam kehidupan religius dan kerasulan, bahkan para novis yang hidup di biara pun harus mematuhi standar-standar pelayanan yang sama dengan saudara-saudari mereka yang lebih tua yang telah menghabiskan seumur hidup mereka mengajar kaum muda.
Prinsip-prinsip penghormatan terhadap martabat semua orang, perilaku yang benar dan cara hidup yang baik harus menjadi aturan universal, terlepas dari budaya masyarakat atau kondisi ekonomi dan sosial. Semua pelayan Gereja harus menghormati aturan ini dalam cara mereka melayani umat beriman, dan orang-orang ini pada gilirannya harus diperlakukan dengan hormat dan bermartabat oleh para pemimpin komunitas. Memang, budaya perlindungan hanya akan mengakar jika ada pertobatan pastoral dalam hal ini di antara para pemimpin Gereja.
Saya terdorong oleh rencana Anda untuk menangani ketidaksetaraan di dalam Gereja melalui program pelatihan dan bantuan bagi para korban, di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Tidaklah tepat jika wilayah paling makmur di dunia memiliki program perlindungan yang terlatih dan didanai dengan baik, di mana para korban dan keluarganya dihormati, sementara di belahan dunia lain para korban menderita dalam kesunyian, mungkin ditolak atau distigmatisasi ketika mereka mencoba untuk maju untuk menceritakan pelecehan yang telah mereka derita. Di sini juga, Gereja harus berusaha menjadi sebuah teladan penerimaan dan praktik yang baik.
Upaya penyempurnaan pedoman-pedoman dan standar-standar perilaku klerus dan keagamaan harus terus dilakukan. Saya meminta Anda untuk terus melapor pada saya tentang upaya ini, dan untuk memberikan laporan tahunan tentang apa yang Anda anggap berhasil atau tidak, sehingga perubahan yang tepat dapat dilakukan.
Tahun lalu saya mendorong Anda untuk membagikan keahlian Anda mengenai berbagai cara di mana Anda yakin upaya Kuria Roma dapat membantu melindungi anak di bawah umur, sebagai sumber pengayaan timbal balik dalam peran baru Anda. Saya bahagia mengetahui tentang perjanjian kerja sama Anda dengan Dikasteri untuk Penginjilan, mengingat jangkauannya yang luas ke banyak wilayah paling jauh di dunia.
Anda telah melakukan banyak hal dalam enam bulan pertama ini. Saya memberikan berkat untuk Anda yang berasal dari dalam hati saya. Ketahuilah bahwa saya berada dekat dengan tugas Anda; dan tolong, ingatlah untuk berdoa untuk saya, seperti juga yang saya lakukan untuk Anda.
.
Jumat, 5 Mei 2023